Minggu, 13 Juli 2014

ASKEP BAYI BARU LAHIR NORMAL

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI

A.    Bayi Baru Lahir Normal
Pengertian bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu sampai dengan 42 minggu dan berat badan lahir 2500 gr sampai dengan 4000 gr (Asuhan kesehatan Anak dalam konteks keluarga, 1992 : 93)
Semua bayi diperiksa segera setelah lahir untuk memastikan bahwa transisi ke kehidupan ekstraeterin telah berlangsung mulus dan tidak terdapat kelainan mayor. Pemeriksaan medis yang komprehensif dalam 24 jam setelah lahir harus dilakukan.Tujuannya adalah:
1.      Mendeteksi setiap kelainan, suatu anomaly congenital yang signifikan terjadi saat lahir pada 10-20 kasus per 1000 kelahiran hidup.
2.      Mengkonfirmasi dan/ mempertimbangkan penatalaksanaan lebih lanjut untuk setiap kelainan yang terdeteksi sebelum lahir.
3.      Mempertimbangkan masalah potensial yang terkait dengan riwayat kehamilan maternal atau gangguan familial.
4.      Memungkinkan orangtua untuk bertanya tentang apapun dan menigkatkan perhatian kepada bayi mereka.
5.      Menentukan apakah terdapat perhatian khusus oleh pengasuh mengenai perawatan bayi setelah pulang.
6.      Memberikan promosi kesehatan, khususnya pencegahan sindrom kematian ibu mendadak (SIDS/ sudden infan death syndrome)
B.     CIRI-CIRI BAYI NORMAL
Berikut ini merupakan ciri-ciri bayi normal:
1)    Berat badan 2500-4000 gram
2)    Panjang badan lahir 48-52 cm
3)    Lingkar dada 30-38 cm
4)    Lingkar kepala 33-35 cm
5)    Bunyi jantung dalam menit menit pertam kira-kira 180x/menit, kemudian menurun sampai 120-140 kali/menit
6)   Pernafasan pada menit-menit pertama cepat kira-kira 80x/menit, kemudian menurun setelah tenang kira-kira 40 kali /menit
7)   Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup terbentuk dan diliputi vernix caseosa
8)   Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
9)   Kuku telah agak panjang dan lemas
10) Genetalia : Labia myora sudah menutupi labia minora (pda perempuan), testis sudah turun (pda anak laki- laki)
11) Reflek isap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
12) Reflek moro sudah baik, bayi bila dikagetkan akan memperlihatkan  grakan tangan seperti memeluk.
13) Eliminasi baik, urin dan mekoneum akan keluar dalam 24 jam pertama.
(Asuhan kesehatan Anak dalam konteks keluarga, 1992 : 93)

.    PENGKAJIAN BAYI SEGERA SETELAH LAHIR
Untuk semua BBL, lakukan penilaian awal dengan menjawab 4 pertanyaan:
Sebelum bayi lahir:
1.      Apakah kehamilan cukup bulan?
2.      Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?
Segera setelah bayi lahir, sambil meletakkan bayi di atas kain bersih dan kering yang telah disiapkan pada perut bawah ibu, segera lakukan penilaian (selintas) berikut:
3.      Apakah bayi menangis kuat dan/ atau bernafas tanpa kesulitan?
4.      Apakah bayi bergerak dengan aktif atau lemas?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau megap-megap lakukan resusitasi.
(Kementerian Kesehatan RI, 2010)
Pengkajian setelah kelahiran terjadi dalam 3 tahapan, meliputi:
1)        Tahap I (pengkajian segera)
Segera setelah lahir, letakkan bayi diatas kain bersih dan kering yang disiapkan pada perut ibu. Bila hal tersebut tidak memungkinkan maka letakkan bayi didekat ibu (diantara kedua kaki atau disebelah ibu) tetapi harus dipastikan bahwa area tersebut bersih dan kering. segera pula lakukan Penilaian awal (selintas) dengan menjawab 2 pertanyaan di atas.
Pengkajian dimulai segera selama menit – menit pertama kelahiran jika memungkinkan lakukan penilaian menggunakan skoring APGAR  untuk kondisi fisik dan skoring GRAY untuk interaksi bayi-orangtua.

APGAR SCORE
•      Merupakan alat untuk mengkaji kondisi bayi sesaat setelah lahir meliputi 5 variabel (pernafasan, frekuensi Jantung, warna, tonus otot dan iritabilitas reflek)
•      Ditemukan oleh Dr. Virginia Apgar (1950)
Dilakukan pada :
•      1 menit kelahiran
yaitu untuk memberi kesempatan pada bayi untuk memulai perubahan
•      Menit ke-5
•      Menit ke-10
Penilaian dapat dilakukan lebih sering jika ada nilai yang rendah dan perlu tindakan resusitasi. Penilaian menit ke-10 memberikan indikasi morbiditas pada masa mendatang, nilai yang rendah berhubungan dengan kondisi neurologis.

Prosedur penilaian APGAR:

         Pastikan pencahayaan baik
         Catat waktu kelahiran, nilai APGAR pada 1 menit pertama dengan cepat dan simultan. Jumlahkan hasilnya
         Lakukan tindakan dengan cepat dan tepat sesuai dengan hasilnya
         Ulangi pada menit kelima
         Ulangi pada menit kesepuluh
         Dokumentasikan hasil dan lakukan tindakan yang sesuai

Tabel 1.1 Nilai APGAR
Tanda
Nilai
0
1
2
Appearance
seluruhnya biru
warna kulit tubuh normal merah muda,
tetapi tangan dan kaki kebiruan (akrosisanosis)
warna kulit tubuh, tangan, dan kaki
normal merah muda, tidak ada sianosis
Pulse 
tidak ada
<100 kali/menit
>100 kali/menit
Grimace
tidak ada respons terhadap stimulasi
meringis/menangis lemah ketika distimulasi
bersin/batuk saat stimulasi saluran napas
Activity
lemah/tidak ada
sedikit gerakan
bergerak aktif
Respiration
tidak ada
lemah atau tidak teratur
menangis kuat, pernapasan baik dan teratur
(Finster, 2005)
Keterangan :
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR:
a)      Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3 menunjukkan bayi mengalami depresi serius dan membutuhkan Resusitasi segera sampai Ventilasi.
b)     Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6 menunjukkan bayi mengalami depresi sedang dan membutuhkan tindakan Resusitasi.
c)      Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
d)     Bayi normal dengan nilai APGAR 10
1)        TAHAP  II ( pengkajian transisional)
Pengkajian meliputi pembandingan bayi dengan normal sebagai berikut:
Periode I (reaktivitas I)       : berlangsung selama 30 menit – 2 jam setelah bayi lahir
a)    Bayi terjaga dengan mata terbuka
b)   Memberikan respon terhadap stimulus
c)    Mengisap dengan penuh semangat
d)   Menangis
e)    Respiration Rate = 82 x/mnt
f)    Denyut jantung = 180 x/mnt
g)   Bising usus aktif
h)   Restfulness mengikuti fase awal reaktivitas berlangsung 2 – 4 jam, suhu tubuh, pernafasan, denyut jantung menurun.
Periode II (reaktivitas II)    : berlangsung 2 – 5 jam setelah bayi lahir
a)  Bayi bangun dari tidur nyenyak
b)  Denyut jantung dan Respiration Rate meningkat
c)  Reflek gag aktif
d) Mungkin bayi mengeluarkan mekoneum, urin dan menghisap
e)  Periode ini berakhir ketika lendir pernafasan telah berkurang
Periode III (stabilisasi)        : berlangsung 12 – 24 jam setelah bayi lahir
a)  Bayi lebih mudah untuk tidur dan bangun
b)  Tanda – tanda vital stabil
c)  Kulit berwarna kemerahan dan hangat

2)        TAHAP III (Pengkajian Periodik)     : setelah 24 jam pertama
Masing-masing sistem tubuh diperiksa untuk mengetahui struktur dan fungsinya. Pengkajian perinatal Gray tentang interaksi bayi-orangtua dilakukan dalam 2-3 hari bila memungkinkan.
                (Hamilton, 1995)

A.    PENATALAKSANAAN/PERAWATAN
ASUHAN SEGERA BAYI BARU LAHIR
  • Adalah asuhan yang diberikan pada bayi baru lahir selama satu jam pertama kelahiran.
  • Sebagian besar BBL akan menunjukkan usaha pernafasan spontan dengan sedikit bantuan/gangguan
  • Oleh karena itu PENTING diperhatikan dlm memberikan asuhan SEGERA, yaitu:
1.      Jaga bayi tetap kering & hangat, kotak antara kulit bayi dengan kulit ibu sesegera mungkin.
2.      Membersihkan jalan nafas (hanya jika Perlu)
Bayi normal akan menangis segera setelah lahir, bila bayi tidak segera menangis, maka segera bersihkan jalan nafas.
a)      Sambil menilai pernafasan secara cepat, letakkan bayi dengan handuk di atas perut ibu
b)      Bersihkan darah/lendir dari  wajah bayi denga kain bersih dan kering/ kassa
c)      Periksa ulang pernafasan
d)     Bayi akan segera menagis dalam waktu 30 detik pertama setelah lahir

Jika tidak dapat menangis spontan  maka lakukan LANGKAH AWAL RESUSITASI :
a)      Letakkan bayi pada posisi terlentang, ditempat yang keras dan hangat.
b)      Gulung sepotong kain dan letakkan dibawah bahu bayi sehingga leher bayi lebih lurus dan kepala tidak menekuk (sedikit ekstensi)
c)      Posisi kepala diatur lurus sedikit tengadah kebelakang
d)     Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jari tangan yang dibungkus kasa steril.
e)      Tepuk telapak kaki bayi sebanyak 2-3x/ gosok kulit bayi dengan kain kering dan hangat
Gambar 1.2 Posisi sedikit Ekstensi
Posisi kepala yang benar untuk membuka saluran napas
Sumber: Pelayanan Kesehatan anak di Rumah sakit, WHO 2005

Langkah awal Resusitasi diselesaikan dalam waktu ≤ 30 detik.

Rangsangan taktil
Mengeringkan tubuh bayi juga merupakan tindakan stimulasi. Untuk bayi yang sehat, hal ini biasanya cukup untuk merangsang terjadinya pernafasan spontan. Jika bayi tidak memberikan respon terhadap pengeringan, rangsangan dan menunjukkan tanda-tanda kegawatan, segera lakukan untuk membantu pernafasan.
Tabel 1.1 Tentang bentuk rangsangan taktil yang harus dihindari
Bentuk rangsangan taktil yang tidak boleh dilakukan
Bahaya/ resiko
Menepuk bokong
Trauma dan luka
Meremas rongga dada
Fraktur
Penemotoraks
Gawat nafas
Kematian
Menekan kedua paha bayi ke perutnya
Ruptura hati atau limfa
Perdarahan didalam
Medilatasi sfingter ani (Membuka sphincter anusnya)
Sfingter ani robek
Menempelkan kompres panas atau dingin atau menempatkan bayi di air panas atau dingin
Hipotermia
Hipertermia
Luka bakar
Mengguncang bayi
Kerusakan otak
Meniupkan oksigen atau udara  dingin ketubuh bayi
Hipotermia
 (Sumber : Rachimhadhi et al, 1997, American academy of Pediatrics 2000)

3.      Keringkan (Mempertahankan suhu tubuh bayi agar tidak terjadi hipotermi)
Pencegahan kehilangan panas
Mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada bayi baru lahir belum berfungsi sempurna. Oleh karena itu, jika tidak segera dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas tubuh maka bayi baru lahir dapat mengalami hipotermia. Bayi dengan hipotermia, sangat beresiko tinggi untuk mengalami kesakitan berat atau bahkan kematian. Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan dan diselimuti walaupun berada didalam ruangan yang relatif hangat.
Mekanisme kehilangan panas
Bayi baru lahir dapat kehilangan panas tubuhnya melalui cara-cara berikut:
a)       Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas dapat terjadi karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan. Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan dan diselimuti.
Gambar 1.3 peristiwa evaporasi
Kehilangan panas ketika air menguap dari kulit atau pernapasan
Sumber: Tom Lissauer, 2008

b)       Konduksi adalah kehilanagan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. contohnya meja, tempat tidur dan timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan diatas benda-benda tersebut.
Gambar 1.4 peristiwa konduksi
Kehilangan panas secara langsung ke permukaan padat di mana bayi berkontak langsung
Sumber: Tom Lissauer, 2008

c)       Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih dingin. bayi yang dilahirkan atau ditempatkan didalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika konveki aliran udara dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau pendingin ruangan.
Gambar 1.5 Peristiwa konveksi
Panas hilang ke aliran udara
Sumber: Tom Lissauer, 2008

d)       Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan didekat benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas dengan cara ini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara langsung).
Gambar 1.6 Peristiwa radiasi
Kehilangan panas melalui gelombang elektromagnetik dari kulit ke permukaan sekitar
Sumber: Tom Lissauer, 2008

Mencegah kehilangan panas
Cegah kehilangan panas melalui upaya sebagai berikut :
a)        Keringkan bayi dengan seksama
Pastikan tubuh bayi dikeringkan segera setelah lahir untuk mencegah kehilangan panas yang disebabkan oleh evaporasi cairan ketuban pada tubuh bayi. Keringkan bayi dengan handuk atau kain yang telah disiapkan di atas perut ibu. Mengeringkan dengan cara menyeka tubuh bayi, juga merupakan rangsangan taktil untuk membantu bayi memulai pernafasannya.
b)        Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat
Segera setelah mengeringkan tubuh bayi dan memotong tali pusat, ganti handuk atau kain yang dibasahi oleh cairan ketuban kemudian selimuti tubuh bayi dengan selimut atau kain yang hangat, kering dan bersih. Kain basah di dekat tubuh bayi dapat menyerap panas tubuh bayi melalui proses radiasi. Ganti handuk, selimut atau kain yang basah telah diganti dengan selimut atau kain yang baru (hangat, bersih, kering)
c)        Selimuti bagian kepala bayi
Pastikan bagian kepala bayi ditutupi atau diselimuti setiap saat. bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup.

d)       Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya.
Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan mencegah kehilangan panas. Anjurkan ibu untuk menyusukan bayinya segera setelah lahir. Sebaiknya pemberian ASI harus dimulai dalam waktu satu jam pertama kelahiran.
e)        Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya  (terutama jika tidak berpakaian), sebelum melakukan penimbangan, terlebih dulu selimuti bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering. Berat badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada saat berpakaian/ diselimuti dikurangi dengan berat pakaian/ selimut. Bayi sebaiknya dimandikan (sedikitnya) enam jam setelah lahir. Memandikan bayi dalam beberapa jam pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia yang sangat membahayakan kesehatan bayi baru lahir. jangan memandikan bayi setidak-tidaknya 6 jam setelah lahir.

4.      Pemantauan Tanda Bahaya
Tanda dan gejala sakit berat pada bayi baru lahir dan bayi muda sering tidak spesifik. Tanda ini dapat terlihat pada saat atau sesudah bayi lahir, saat bayi baru lahir datang atau saat perawatan di rumah sakit. Pengelolaan awal bayi baru lahir dengan tanda ini adalah stabilisasi dan mencegah keadaan yang lebih buruk.
Tanda ini mencakup:
a)      Tidak bisa menyusu
b)      Kejang
c)      Mengantuk atau tidak sadar
d)     Frekuensi napas < 20 kali/menit atau apnu (pernapasan berhenti selama >15 detik)
e)      Frekuensi napas > 60 kali/menit
f)       Merintih
g)      Tarikan dada bawah ke dalam yang kuat
h)      Sianosis sentral.

TATALAKSANA KEDARURATAN tanda bahaya tersebut:
-          Beri oksigen melalui nasal prongs atau kateter nasal jika bayi muda mengalami sianosis atau distres pernapasan berat.
-          Beri VTP dengan balon dan sungkup , dengan oksigen 100% (atau udara ruangan jika oksigen tidak tersedia) jika frekuensi napas terlalu lambat (< 20 kali/menit).
VTP dilakukan apabila pada penilaian pasca langkah awal  RESUSITASI didapatkan salah satu keadaan berikut:
a. Apnu
b. Frekuensi jantung < 100 kali/menit
c. Tetap sianosis sentral walaupun telah diberikan oksigen aliran bebas.
Sebelum VTP diberikan pastikan posisi kepala dalam keadaan setengah tengadah.
Pilihlah ukuran sungkup. Ukuran 1 untuk bayi berat normal, ukuran 0 untuk bayi berat lahir rendah (BBLR). Sungkup harus menutupi hidung dan mulut, tidak menekan mata dan tidak menggantung di dagu.Tekan sungkup dengan jari tangan. Jika terdengar udara keluar dari sungkup, perbaiki perlekatan sungkup. Kebocoran yang paling umum adalah antara hidung dan pipi.VTP menggunakan balon dan sungkup diberikan sebanyak  20 x tiupan dalam waktu 30 detik. Pastikanlah bahwa dada bergerak naik turun tidak terlalu tinggi secara simetris. Lakukan penilaian setelah VTP 30 detik (Lihat bagan Resusitasi Bayi Baru Lahir).

VTP + Kompresi dada
Apabila setelah tindakan VTP selama 30 detik, frekuensi jantung < 60 detik maka lakukan kompresi dada yang terkoordinasi dengan ventilasi selama 30 detik dengan kecepatan 3 kompresi : 1 ventilasi selama 2 detik. Kompresi dilakukan dengan dua ibu jari atau jari tengah, telunjuk / tengah, manis. Lokasi kompresi ditentukan dengan menggerakkan jari sepanjang tepi iga terbawah menyusur ke atas sampai mendapatkan sifoid, letakkan ibu jari atau jari-jari pada tulang dada sedikit di atas sifoid. Berikan topangan pada bagian belakang bayi. Tekan sedalam 1/3 diameter anteroposterior dada.
Gambar 1.7 Kompresi Dada
Sumber: Pelayanan Kesehatan anak di Rumah sakit, WHO 2005


-          Jika terus mengantuk, tidak sadar atau kejang, periksa glukosa darah. Jika glukosa < 45 mg/dL koreksi segera dengan bolus 200 mg/kg BB dekstrosa 10% (2 ml/kg BB) IV selama 5 menit, diulangi sesuai keperluan dan infus tidak terputus (continual) dekstrosa 10% dengan kecepatan 6-8 mg/kg BB/menit harus dimulai. Jika tidak mendapat akses IV, berikan ASI atau glukosa melalui pipa lambung.
-          Beri fenobarbital jika terjadi kejang.
  Atasi kejang dengan fenobarbital 20 mg/kgBB IV dalam waktu 5 menit.
  Jika kejang tidak berhenti tambahkan fenobarbital 10 mg/kgBB sampai maksimal 40 mg/kgBB.
   Bila kejang berlanjut, berikan fenitoin 20 mg/kgBB IV dalam larutan garam fisiologis dengan kecepatan 1 mg/kgBB/menit.
  Pengobatan rumatan:
  Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari, dosis tunggal atau terbagi tiap 12 jam secara IV atau per oral.
  Fenitoin 4-8 mg/kgBB/hari, dosis terbagi dua atau tiga secara IV atau per oral.
(Pelayanan Kesehatan anak di Rumah sakit, WHO 2005)

5.      Memotong dan merawat tali pusat (klem, potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi apapun)
Kira-kira 2 menit setelah lahir, dengan menggunakan klem DTT, lakukan penjepitan tali pusat dengan klem pada sekitar 3 cm dari dinding perut (pangkal pusat) bayi. Dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan dua jari kemudian dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak terpancar pada saat dilakukn pemotongan tali pusat). Lakukan penjepitan kedua dengan jarak 2 cm dari tempat jepitan pertama pada sisi atau mengarah ke ibu. Pegang tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi landasan tali pusat sambil melindungi bayi, tanagn yang lain memotong tali pusat diantara kedua klem tersebut dengan menggunakan gunting disinfeksi tingkat tinggi atau steril. setelah memotong tali pusat, ganti handuk basah dan selimut bayi dengan selimut atau kain yang bersih dan kering. Pastikan bahwa bayi terselimuti dengan baik.
Pemotongan dan pengikatan tali pusat sebaiknya dilakukan sekitar 2 menit setelah lahir (atau setelah bidan menyuntikkan oksitosin kepada ibu) untuk memberi waktu tali pusat mengalirkan darah (dengan demikian juga zat besi) kepada bayi.
Setelah placenta lahir dan kondisi ibu dinilai sudah stabil maka lakukan pengikatan puntung tali pusat atau jepit dengan klem plastik tali pusat (bila tersedia).
a)      Celupkan tangan (masih menggunakan sarung tangan) ke dalam larutan klorin 0,5 % untuk membersihkan darah dan sekresi lainnya.
b)      Bilas tangan dengan air disenfeksi tingkat tinggi.
c)      Keringkan tangan tersebut menggunakan handuk atau bersih dan kering.
d)     Ikat punggung tali pusat dengan jarak sekitar 1 cm dinding perut bayi (pusat). gunakan benang atau klem plastik penjepit tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Kunci ikatan tali pusat dengan simpul mati atau kuncikan penjepit plastik tali pusat.
e)      Jika pengikat dilakukan dengan benang tali pusat, lingkarkan benang disekeliling puntung tali pusat dan ikat untuk kedua kalinya dengan simpul mati dibagian yang berlawanan.
f)       Lepaskan klem logam penjepit tali pusat dan letakkan didalam larutan klorin 0,5 %.
g)      Selimuti kembali tubuh dan kepala bayi dengan kain bersih dan kering.

Nasehat untuk merawat tali pusat:
a)      Jangan membungkus puntung tali pusat atau perut bayi atau mengoleskan cairan atau bahan apapun kepuntung tali pusat.
b)      Nasehati hal yang sama bagi ibu dan keluarganya.
c)      Mengoleskan alkohol atau betadine (terutama jika pemotong tali pusat tidak terjamin DTT atau steril) masih diperkenankan tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat basah/ lembab.
d)     Berikan nasehat pada ibu dan keluarga sebelum meninggalkan bayi:
(1)   Lipat popok dibawah puntung tali pusat
(2)   Jika puntung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air DTT dan sabun dan segera keringkan secara seksama dengan menggunakan kain bersih.
(3)   Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencari bantuan jika pusat menjadi merah, bernanah atau berdarah atau berbau.
(4)   Jika pangkal tali pusat (pusat bayi) menjadi merah, mengeluarkan nanah atau darah atau berbau.
(5)   Jika pangkal tali pusat (pusat bayi) menjadi merah, mengeluarkan nanah atau darah, segera rujuk bayio kefasilitas yang dilengkapi perawatan untuk bayi baru lahir.

6.      Lakukan Inisiasi Menyusu Dini
Prinsip pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin, eksklusif selama 6 bulan diteruskan sampai 2 tahun dengan makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan. Pemberian ASI juga meningkatkan ikatan kasih sayang (asih), memberikan nutrisi terbaik (asuh) dan melatih refleks dan motorik bayi (asah).
Langkah Inisiasi Menyusu Dini dalam Asuhan Bayi Baru Lahir
Langkah 1: Lahirkan, lakukan penilaian pada bayi, keringkan:
a.       Saat bayi lahir, catat waktu kelahiran
b.      Sambil meletakkan bayi di perut bawah ibu lakukan penilaian apakah bayi perlu resusitasi atau tidak
c.       Jika bayi stabil tidak memerlukan resusitasi, keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan lembut tanpa menghilangkan verniks. Verniks akan membantu menyamankan dan menghangatkan bayi. Setelah dikeringkan, selimuti bayi dengan kain kering untuk menunggu 2 menit sebelum tali pusat di klem.
d.      Hindari mengeringkan punggung tangan bayi. Bau cairan amnion pada tangan bayi membantu bayi mencari puting ibunya yang berbau sama.
e.       Periksa uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus (hamil tunggal) kemudian suntikkan oksitosin 10 UI intra muskular pada ibu.
Langkah 2: Lakukan kontak kulit ibu dengan kulit bayi selama paling sedikit satu jam:
a.       Setelah tali pusat dipotong dan diikat, letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada ibu. Kepala bayi harus berada di antara payudara ibu tapi lebih rendah dari puting.
b.      Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.
c.       Lakukan kontak kulit bayi ke kulit ibu di dada ibu paling sedikit satu jam. Mintalah ibu untuk memeluk dan membelai bayinya. Jika perlu letakkan bantal di bawah kepala ibu untuk mempermudah kontak visual antara ibu dan bayi. Hindari membersihkan payudara ibu .
d.      Selama kontak kulit bayi ke kulit ibu tersebut, lakukan Manajemen Aktif Kala 3 persalinan.
Langkah 3: Biarkan bayi mencari dan menemukan puting ibu dan mulai menyusu:
a.       Biarkan bayi mencari, menemukan puting dan mulai menyusu
b.      Anjurkan ibu dan orang lainnya untuk tidak menginterupsi menyusu
misalnya memindahkan bayi dari satu payudara ke payudara lainnya. Menyusu pertama biasanya berlangsung sekitar 10-15 menit. Bayi cukup menyusu dari satu payudara. Sebagian besar bayi akan berhasil menemukan puting ibu dalam waktu 30-60 menit tapi tetap biarkan kontak kulit bayi dan ibu setidaknya 1 jam walaupun bayi sudah menemukan puting kurang dari 1 jam.
c.       Menunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya hingga bayi selesai menyusu setidaknya 1 jam atau lebih bila bayi baru menemukan puting setelah 1 jam.
d.      Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam atau sebelum bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama dengan mempertahankan kontak kulit ibu dan bayi.
e.       Jika bayi belum menemukan puting ibu - IMD dalam waktu 1 jam, posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya.
f.       Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam, pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu. Lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K1, salep mata) dan kemudian kembalikan bayi kepada ibu untuk menyusu.
g.      Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga kehangatannya. Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama. Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka pakaiannya kemudian telungkupkan kembali di dada ibu dan selimuti keduanya sampai bayi hangat kembali.
h.      Tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Bayi harus selalu dalam jangkauan ibu 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa menyusu sesering keinginannya.
Tabel 1.3 Lima urutan perilaku bayi saat menyusu pertama kali
No
Perilaku yang teramati
Perkiraan waktu
1
Bayi beristirahat dan melihat
30-40 menit pertama
2
Bayi mulai mendecakkan bibir dan membawa 40 60 menit setelah lahir jarinya ke mulut
40-60 menit setelah lahir dengan kontak kulit dengan kulit terus menerus tanpa terputus
3
Bayi mengeluarkan air liur
4
Bayi menendang, menggerakkan kaki, bahu,
lengan dan badannya ke arah dada ibu dengan mengandalkan indra penciumannya
5
Bayi meletakkan mulutnya ke puting ibu
(Sumber:  Kementerian Kesehatan,2010; hal.12)


7.      Beri suntikan vitamin K1 1 mg intramuskular, di paha kiri anterolateral setelah Inisiasi Menyusu Dini
Memberi VIT K
Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K1 injeksi I mg IM di paha kiri segera mungkin untuk mencegah perdarahan bayi baru lahir akibat defesiensi vitamin K yang dapat dialami oleh sebagaian bayi baru lahir. ½ jam setelah lahir di injeksi vitamin K.
Pemberian Vit K pada BBL
Latar belakang
a)      67% Angka Kematian Bayi merupakan kematian neonatus, diantaranya perdarahan akibat defisiensi Vit K
b)      Perdarahan spontan atau perdarahan karena proses lain
c)      Kejadian : terjadi pada usia 2 minggu – 6 bulan
d)     Pendarahan intrakranial : komplikasi tersering (63%)
Faktor resiko antara lain:
a)      Rendahnya kandungan vit K1 dlm ASI
b)      Belum sempurnanya fungsi hati pada bayi baru lahir, terutama prematur.
c)      Konsumsi obat – obatan selama hamil
d)     Adanya diare / sindrom malabsorpsi

Rekomendasi :
a)      Semua bayi baru lahir harus mendapat profilaksis vitamin K1
b)      Jenis vitamin K yang digunakan adalah vitamin K1
c)      Cara pemberian vitamin K1 adalah secara intramuskular atau oral
d)     Dosis yang diberikan untuk semua bayi baru lahir adalah :
(1)     Intramuskular, 1 mg dosis tunggal atau
(2)     Oral, 3 kali @ 2 mg, diberikan pada waktu bayi baru lahir, umur 3-7 hari, dan pada  saat  bayi berumur 1-2 bulan (Rekomendasi A)

Tujuan Pemberian Vitamin K:
a)      Sebagai profilaksis pada bayi baru lahir
b)      Vit K dapat mencegah: (PDVK/ Penyakit yang dapat Dicegah dengan Vitamin K):
(1)     Perdarahan spontan atau akibat trauma
(2)     Umum : pendarahan kulit, mata, hidung, dan saluran cerna, hepatomegali ringan
(3)     Pendarahan intrakranial

Pemberian Vit K intramuskuler:
a)        Prosedur atau tindakan klinik
(1)     Dilakukan dalam kerangka membantu perawatan atau pengobatan BBL.
(2)     Dilakukan oleh dokter, bidan dan atau perawat.
b)        Harus diperhatikan dampak atau efek samping
(1)     Akibat obat yang diberikan
(2)     Akibat cara pemberian/Prosedur

Vitamin K1 (Phytomenadione)
Kemasan ampl : 10 mg /ml dan 2 mg/ ml
Cara pemberian
Lokasi: Muskulus quadriseps pada bagian antero-lateral paha
Risiko kecil terinjeksi secara Intra Vena atau mengenai tulang femur dan jejas pada nervus skiatikus.

Efek samping/ komplikasi pemberian Vit K
Akibat Vit K1 (Efek farmakologik,Reaksi alergi/kepekaan genetik )
a)        Reaksi anafilaksis (pemberian Intra Vena)
b)        Anemia hemolitik (vit K3)
c)        Hiperbilirubinemia (dosis tinggi)

Kesalahan prosedur, kesalahan teknik:
a)      Salah lokasi injeksi
(a)    Menusuk arteri atau vena
(b)   Jejas pada saraf
(c)    Kerusakan jaringan lokal.
(d)   Hematom pada lokasi suntikan
b)      Suntikan tidak steril
(a)    Infeksi lokal karena kontaminasi abses, selulitis
(b)   Reaksi sistemik :  infeksi, sepsis, Bila terkontaminasi  Staphylococcus aureus beberapa jam sakit


Upaya menghindari komplikasi
a)        Memilih obat yang tepat
Vit K 1 sebagai anti perdarahan
b)        Memilih area penyuntikan yang tepat
c)        Menentukan dengan tepat petunjuk secara anatomis;
d)       Membersihkan area penyuntikan;
e)        Mencari tempat alternatif untuk penyuntikan berikutnya;
f)         Melakukan aspirasi sebelum penyuntikan;
g)        Menghindari mengeluarkan obat (“tracking”) ke jaringan superfisial;
h)        Menggunakan jarum yang cukup panjang untuk mencapai tempat penyuntikan yang dituju.

8.      Profilaksis mata
Beri salep mata antibiotika pada kedua mata untuk merawat mata bayi. Tetes mata untuk pencegahan infeksi mata dapat diberikan setelah ibu dan keluarga memomong dan diberi ASI. Pencegahan infeksi tersebut menggunakan salep mata tetrasiklin 1 %. Salep antibiotika tersebut harus diberikan dalam waktu satu jam setelah kelahiran. Upaya profilaksis infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari satu jam setelah kelahiran.
Cara pemberian profilaksis mata :
a)      Cuci tangan (gunakan sabun dan air bersih mengalir)
b)      Jelaskan apa yang akan dilakukan dan tujuan pemberian obat tersebut.
c)      Berikan salep mata  dalam satu garis lurus mulai dari bagian mata yang paling dekat dengan hidung bayi menuju kebagian luar mata.
d)     Ujung tabung salep mata tak boleh menyentuh mata bayi.
e)      Jangan menghapus salep mata dari mata bayi dan anjurkan keluarga untuk tidak menghapus obat-obat tersebut.
(APN, 2007 :95-106)
Gambar 1.8. Cara memberikan salep mata antibiotik
Sumber: WHO, 2006


9.      Pemberian imunisasi hepatitis B Pertama (HB0)
Imunisasi Hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi Hepatitis B terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Terdapat jadwal pemberian imunisasi Hepatitis B, jadwal pertama imunisasi Hepatitis B sebanyak 3 kali, yaitu pada usia 0 (segera setelah lahir menggunakan uniject), jadwal kedua imunisasi Hepatitis B sebanyak 4 kali yaitu pada usia 0 dan DPT + Hepatitis B pada 2,3 dan 4 bulan usia bayi.

Tabel jadwal imunisasi Hepatitis B
Imunisasi
Jumlah pemberian
Jadwal
Regimen tunggal
3 kali
1.   Usia 0 bulan (segera setelah lahir)
2.   Usia 1 bulan
3.   Usia 6 bulan
Regimen kombinasi
4 kali
1.      Usia 0 bulan (segera setelah lahir)
2.      Usia 2 bulan
3.      Usia 3 bulan        DPT + Hep B 
4.      Usia 4 bulan
(APN, 2007 : 106)


Penularan Hepatitis pada bayi baru lahir dapat terjadi secara vertikal (penularan ibu ke bayinya pada waktu persalinan) dan horisontal (penularan dari orang lain). Dengan demikian untuk mencegah terjadinya infeksi vertikal, bayi harus diimunisasi Hepatitis B sedini mungkin.
Penderita Hepatitis B ada yang sembuh dan ada yang tetap membawa virus Hepatitis B didalam tubuhnya sebagai carrier (pembawa) hepatitis. Risiko  penderita Hepatitis B untuk menjadi carrier tergantung umur pada waktu terinfeksi. Jika terinfeksi pada bayi baru lahir, maka risiko menjadi carrier 90%. Sedangkan yang terinfeksi pada umur dewasa risiko menjadi carrier 5-10%.
Imunisasi Hepatitis B (HB-0) harus diberikan pada bayi umur 0 – 7 hari karena:
         Sebagian ibu hamil merupakan carrier Hepatitis B.
         Hampir separuh bayi dapat tertular Hepatitis B pada saat lahir dari ibu pembawa virus.
         Penularan pada saat lahir hampir seluruhnya berlanjut menjadi Hepatitis menahun, yang kemudian dapat berlanjut menjadi sirosis hati dan kanker hati primer
         Imunisasi Hepatitis B sedini mungkin akan melindungi sekitar 75% bayi dari penularan Hepatitis B.

Gambar 1.9   Penyuntikan Vitamin K1 1 mg  intra muskular di paha kiri anterolateral dan Penyuntikan Imunisasi HB 0 0,5 cc intra muskular di paha kanan setelah 1 jam pemberian Vit K1 pada neonatus
Sumber:  Kementerian kesehatan RI, 2010; hal 119


10.  Identifikasi BBL
Semua bayi baru lahir di fasilitas kesehatan harus segera mendapatkan tanda pengenal berupa gelang  (alat yang digunakan, hendaknya kebal air, dengan tepi yang halus tidak mudah melukai, tidak mudah sobek, dan tidak mudah lepas ) yang dikenakan pada bayi dan ibunya untuk menghindari tertukarnya bayi, sebaiknya dilakukan segera setelah IMD. Gelang pengenal berisi identitas nama ibu dan ayah, tanggal, jam lahir dan jenis kelamin. Apabila fasilitas memungkinkan juga dilakukan cap telapak kaki bayi dan jari ibu pada rekam medis kelahiran.
Alat pengenal yang efektif harus diberika kepada setiap bayi baru lahir dan harus tetap ditempatnya sampai waktu bayi dipulangkan Disetiap tempat tidur harus diberi tanda dengan mencantumkan nama, tanggal lahir, nomor identitas.
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa setiap anak berhak atas identitas diri. Tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan menuliskan keterangan lahir untuk digunakan orang tua dalam memperoleh akte kelahiran bayi, lembar keterangan lahir terdapat di dalam Buku KIA
Gambar 1.10 Gambar pengambilan sidik jari kaki pada bayi baru lahir
Sumber: Persis Hamilton, 1995

Sidik telapak tangan kaki bayi dan sidik jari ibu harus dicetak di catatan yang tidak mudah hilang. Ukurlah berat lahir, panjang bayi, lingkar kepala, lingkar perut dan catat dalam rekam medis.
(Abdul Bari Saefudin, 2002 : N-35)


11.  Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Hari pertama kelahiran bayi sangat penting. Banyak perubahan yang terjadi pada bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim ke kehidupan di luar rahim.
Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin jika terdapat kelainan pada bayi. Risiko terbesar kematian BBL terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Waktu pemeriksaan BBL:
         Setelah lahir saat bayi stabil (sebelum 6 jam)
         Pada usia 6-48 jam (kunjungan neonatal 1)
         Pada usia 3-7 hari (kunjungan neonatal 2)
         Pada usia 8-28 hari (kunjungan neonatal 3)
(Kementerian kesehatan RI, 2010; hal 16)














Macam-macam Reflek
a)       Pada mata
Bagian pupil mata bila diberi cahaya normalnya akan mengecil.
Gambar 1.11 Pemeriksaan mata pada bayi baru lahir
Sumber: Dokumen prodi D III kebidanan
Gambar 1.7 memeriksa reflek merah
Sumber: Tom Lissauer, 2008

Memeriksa mata dengan oftalmoskop untuk melihat reflek merah. Jika tidak ada reflek tersebut, yaitu pupil berwarna putih ( katarak, glaukoma, retino blastoma) maka rujuk bayi langsung ke ahli mata. Periksa juga mata yang tampak normal. Misalnya untuk koloboma, suatu defek berbentuk kunci pada iris.
Gambar 1.12 Katarak mata sebelah kanan pada bayi baru lahir
Sumber: Tom Lissauer, 2008

Gambar 1.13 Glaukoma mata kongenital pada mata kanan
Sumber: Tom Lissauer, 2008

Gambar 1.10 Koloboma
Yang paling sering adalah defek berbentuk lubang kunci pada iris di bagian inferior. Juga dapat mengenai koroid dan struktur lainnya. Penglihatan dapat normal pada kasus ringan, namun buruk jika saraf optikus terlibat.
Sumber: Tom Lissauer, 2008

b)       Rooting reflek (reflek mencari puting susu)
Bayi akan menoleh kearah dimana terjadi sentuhan pada pipinya. bayi akan membuka mulutnya apabila bibirnya disentuh dan berusaha untuk menghisap benda yang disentuhkan tersebut.
Gambar 1.14 Rooting reflek
Sumber: Tom Lissauer, 2008

c)       Grasp reflek (reflek menggenggam)
Bila jari kita menyentuh telapak tangan, maka jari-jarinya akan menggenggam dengan kuat.
Gambar 1.15 Reflek menggengam pada bayi
Sumber: Tom Lissauer, 2008

d)       Babinski reflek (pada anggota bawah telapak kaki, bila jari-jari yang lain membeber dan membengkok kedepan).
Gambar 1.16 babinski reflek
e)        Moro reflek (Reflek emosional)/ Startle reflek (reflek terkejut)
Bila bayi diangkat akan seolah-olah mengangkatkan tubuh pada orang yang mendekatnya. Hentakan dan gerakan seperti mengenjang pada lengan dan tangan disertai tangis yang kuat.
Gambar 1.17 Reflek moro
Sumber: Tom Lissauer, 2008

f)         Tonick neck reflek
Gerakan spontan otot kuduk pada bayi normal, bila bayi ditengkurapkan ia akan spontan memiringkan kepala.
Gambar 1.18 Tonick neck reflek
Sumber: Adams dalam www.kaskus.us/showthread.php
g)        Swallowing reflek (reflek menelan)
Kumpulan ASI di dalam mulut bayi mendesak otot-otot daerah mulut dan faring untuk mengaktifkan reflek menelan dan mendorong ASI ke dalam lambung bayi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar