BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sifilis adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh kuman Treponema
pallidum, yang menyerang manusia, bersifat kronis, sistemik dan
dapat mengenai semua bagian tubuh, dapat bersifat laten selama bertahun-tahun,
menular serta dapat diobati. Sifilis kongenital adalah sifilis yang ditularkan
oleh ibu kepada janinnya secara intra uterin. Nama lainnya adalah lues connate, syphilis connata, venereal, penyakit raja singa.
Pada abad ke-15, sifilis merupakan wabah
di Eropa, tapi sesudah tahun 1860, morbiditas penyakit ini menurun dengan
cepat. Selama perang dunia ke II, insiden sifilis meningkat dan mencapai
puncaknya pada tahun 1946, dan setelah ditemukan penisilin menurun dengan
cepat. Di Eropa dan Amerika Serikat insiden sifilis kongenital pada umumnya
menurun sekitar tahun 1970 sampai awal 1980, namun dalam beberapa tahun
terakhir tampak adanya peningkatan insiden sifilis kongenital. Peningkatan ini
diduga berkaitan dengan peningkatan insiden primer dan sekunder pada wanita
usia subur yang berumur 15-29 tahun. Di samping itu, sifilis congenital
merupakan penyebab 20-30% kematian bayi perinatal.2
Gambaran klinis sifilis kongenital dibagi
menjadi sifilis kongenital dini (timbul sebelum usia 2 tahun), serta sifilis
kongenital lanjut (timbul setelah usia 2 tahun). Hampir semua kasus sifilis
didapat melalui kontak seksual langsung dengan lesi dari individu yang
terjangkit sifilis aktif primer ataupun sekunder. Sifilis dapat ditransmisikan
secara kongenital dari ibu yang terinfeksi melalui plasenta ke janin.
B. Rumusan
Masalah
Bagaimanakah Asuhan Kebidanan Ginekologi
pada Ibu Hamil dengan Sipilis ?
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Sifilis
Sifilis kongenital adalah penyakit yang
didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang menderita sifilis. 3 Infeksi
sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap
masa kehamilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin
berusia 18 minggu, karena lapisan Langhans yang merupakan pertahanan janin
terhadap infeksi masih belum atrofi. Tetapi
ternyata dengan mikroskop elektron dapat ditemukan Treponema pallidum pada janin berusia 9-10 minggu.
Sifilis kongenital dini merupakan
gejala sifilis yang muncul pada dua tahun pertama kehidupan anak, dan jika
muncul setelah dua tahun pertama kehidupan anak disebut dengan sifilis
kongenital lanjut.
B. Epidemiologi
Sifilis terdistribusi di seluruh dunia, dan merupakan
masalah yang utama pada Negara berkembang. Dilihat dari usia, kasus sifilis
banyak ditemukan pada orang dengan rentang usia 20-30 tahun. Empat puluh persen
wanita hamil dengan sifilis dini yang tidak diobati, akan mengakibatkan
penularan pada janin.
C. Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Sshaudinn dan
Hoffman ialah Treponema pallidum, yang
termasuk ordo Spirochaetales,
familia Spirochaetaceae dan
genus Treponema. Bentuk seperti spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um,
lebar 0,15 um, terdiri empat dari delapan sampai dua puluh empat lekukan.
Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka
botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap
tiga puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di
luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfuse
dapat hidup tujuh puluh dua jam.
Penularan sifilis dapat melalui
cara sebagai berikut :
1) Kontak langsung
2) sexually tranmited diseases (STD)
3) non-sexually
4) Transplasental, dari
ibu yang menderita sifilis ke janin yang dikandungnya.
5) Transfusi : Syphilis
d’ emblee, tanpa primer lesi
D. Klasifikasi
Menurut World Health Organization (WHO) secara garis besar sifilis dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
1) Sifilis kongenital (bawaan)
2) Sifilis akuisita (didapat)
Sifilis kongenital dapat berbentuk :
1) Sifilis kongenital dini (timbul pada umur kurang dari
2 tahun)
2) Sifilis
kongenital lanjut/tarda (timbul setelah umur lebih dari 2 tahun)
E. Patogenesis
Sifilis dapat ditularkan oleh ibu
pada waktu persalinan, namun sebagian besar kasus sifilis kongenital merupakan
akibat penularan in utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan langsung
dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis
congenital biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam
keadaan imunokompeten. Penularan inutero terjadi transplasental, sehingga dapat
dijumpai Treponema pallidum pada
plasenta, tali pusat, serta cairan amnion.
Treponema
pallidum melalui plasenta masuk ke
dalam peredaran darah janin dan menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian
berkembang biak dan menyebabkan respons peradangan selular yang akan merusak
janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga terjadi abortus atau lahir
mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingkat kehidupan
intrauterine maupun ekstrauterin.
F. Gambaran Klinis
Berdasarkan gambaran klinisnya,
sifilis kongenital dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini, sifilis
kongenital lanjut dan stigmata. Dianggap sifilis
kongenital dini jika timbul pada anak di bawah usia 2 tahun dan sifilis
kongenital lanjut bila timbul di atas 2 tahun. Sigmata adalah jaringan parut
atau deformitas yang terjadi akibat penyembuhan dua stadium tersebut.
1. Sifilis kongenital dini
Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervariasi, mengenai
berbagai organ dan menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka
tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat
dan kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan ada
sejak lahir.
Pada
bayi dapat dijumpai kelainan berupa kondisi berikut :
a. Pertumbuhan intrauterine yang terlambat
b. Kelainan membrane mukosa :
Mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut, farings, laring dan
mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles) dengan gambaran yang khas
berupa cairan hidung yang mula-mula encer tetapi kemudian menjadi pekat,
purulen dan hemoragik. Hidung menjadi tersumbat sehingga menyulitkan pemberian
makanan.
c. Kelainan kulit, rambut dan kuku
Dapat berupa makula
eritem, papula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada sejak lahir,
tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan telapak kaki.
Makula, papula atau papulomatous tersebar secara generalisata dan simetris. Di
daerah yang lembab papula menjadi erosif dan membasah atau menjadi hipertrofik
(kondiloma lata). Pada kasus yang
berat tampak kulit menjadi keriput terutama pada daerah muka sehingga bayi
tampak seperti orang tua. Rambut jarang dan kaku, alopesia areata terutama pada
sisi dan belakang kepala. Alopesia dapat juga mengenai alis dan bulu mata.
Onikosifilitika disebabkan oleh papula yang timbul pada dasar kuku dan
menyebabkan kuku menjadi terlepas. Kuku baru yang tumbuh berwarna suram, tidak
teratur dan menyempit pada bagian dasarnya.
d. Kelainan tulang
Pada 6 bulan
pertama, osteokondritis, periostitis, dan osteitis pada tulang-tulang panjang
merupakan gambaran yang khas. Perubahan yang paling mencolok tampak pada
daerah pertumbuhan tulang di dekat epifisis. Epifisis membesar, garis epifisis
melebar dan tidak teratur. Pada batas metafisis dengan garis kartilago
epifisis, tampak daerah kalsifikasi yang densitasnya meningkat dan tidak
teratur sehingga pemeriksaan sinar X memberikan gambaran seperti gigi gergaji.
Pseudoparalisis pada anggota gerak disebabkan oleh pembengkakan periartikular
dan nyeri pada ujung-ujung tulang sehingga gerakan menjadi terbatas.
Osteokondritis dapat dilihat pada pemeriksaan dengan sinar X setelah 5 minggu
sedangkan periostitis setelah 16 minggu. Tanda-tanda osteokondritis menghilang
setelah 6 bulan tetapi periostitis menetap dan menjadi lebih jelas.
e. Kelainan kelenjar getah bening : terdapat
limfadenopati generalisata
f. Kelainan alat-alat dalam : hepatomegali, splenomegali,
nefritis, nefrosis, pneumonia
g. Kelainan mata : Korioretinitis, glaukoma dan uveitis
h. Kelainan hematologi : anemia, eritroblastemia,
retikulositosis, trombositopenia, diffuse
intravascular coagulation (DIC)
i.
Kelainan
susunan saraf pusat : meningitis sifilitika akut yang bila tidak diobati secara
adekuat akan menimbulkan hidrosefalus, kejang dan mengganggu perkembangan
intelektual1
2. Sifilis kongenital lanjut
Sifilis ini biasanya timbul setelah umur 2 tahun,
lebih dari setengah jumlah penderita tanpa manifestasi klinik, kecuali tes serologis yang reaktif. Titer serologis sering berfluktuasi, sehingga jika
dijumpai keadaan demikian, dapat diduga suatu sifilis kongenital. Gambaran klinis dari sifilis kongenital dapat di
bedakan dalam 2 tipe :
a. Inflamasi sifilis kongenital lanjut
Pada keadaan ini yang
paling pentig adalah adanya lesi kornea, tulang, dan sistem saraf pusat. Dapat
dijumpai kelainan sebagai berikut :
1) Kornea : Keratitis Intersisial
Biasanya terjadi pada
umur pubertas, dan terjadi bilateral. Pada kornea timbul pengaburan menyerupai
gelas disertai vaskularisasi sklera. Keadaan ini dimulai dengan peradangan
perikorneal berat dan kemudian berlanjut dengan perselubungan difus kornea oleh
bayangan putih tanpa adanya ulserasi pada permukaan kornea, terjadi pada 20-50
% kasus sifilis kongenital lanjut.
2) Tulang : Perisynovitis (Clutton’s joint)
Mengenai kedua lutut,
yang akan mengakibatkan terjadinya bengkak tanpa nyeri yang simetris.
3) Sistem saraf pusat
Lesi pada sistem
saraf pusat dapat terjadi pada sifilis kongengital lanjut. Biasanya yang
menjadi tanda lesi SSP pada sifilis kongenital adalah dengan adanya kelemahan
umum (generalized paresis) dan renjatan.
b. Stigmata sifilis kongenital
Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh
serta meninggalkan parut dan kelainan yang khas. Parut dan kelainan demikian
disebut dengan stigmata sifilis kongenital,akan tetapi hanya sebagian
penderita yang menunjukkan gambaran tersebut. Ditemukannya stigmata ini dapat
menjadi salah satu pegangan unuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital.Pada
stigmata sifilis kongenital, hal penting yang perlu diperhatikan adalah
adanya trias Hutchinson, yaitu :
1) Perubahan pada gigi insisivus menjadi datar dan
seperti gergaji
2) Opasitas kornea (kornea ditutupi kabut berwarna putih)
tanpa ilserasi permukaan kornea.
3) Ketulian karena ganguan nervus akustikus (N.VIII).
Ketulian biasanya terjadi mendekati masa pubertas, tetapi kadang-kadang terjadi
pada umur pertengahan.
Selain itu ditemukan pula kelainan sebagai berikut :
1. Neurosifilis
Dapat juga
menunjukkan kelainan seperti manifestasi sifilis yang didapat. Tabes dorsalis
agak jarang dibandingkan dengan sifilis yang didapat, paresis lebih sering
terjadi dibandingkan dengan sifilis yang didapat, paresis lebih sering terjadi
dibandingkan pada orang dewasa. Kejang juga sering terjadi pada kasus sifilis
kongenital ini.
2. Tulang dan palatum
Terjadi sklerosis,
sehingga tulang kering menyerupai pedang (sabre), tulang frontal yang menonjol, atau dapat juga terjadi kerusakan
akibat gumma yang menyebabkan destruksi terutama pada septum nasi atau pada
palatum durum. Perforasi palatum dianggap terjadi pada sifilis kongenital.
3. Gigi molar Mulberry (Mulberry’s molar)
Biasanya pada molar I
dan muncul pada usia 6 tahun, merupakan gambaran gigi yang hiperplastik dengan
permukaan oklusal yang mendatar (flattening) serta diliputi oleh
serbukan yang menandakan kerapuhan gigi.
4. Sifilis rinitis infantil dan nasal chondritis
Fisura di sekitar
rongga mulut dan hidung disertai ragade yang disebut sifilis rinitis infantil. Nasal chondritis merupakan kelainan
yang disebabkan oleh pendataran tulang pembentuk hidung, gambaran ini biasa
disebut dengan saddle nose.3,4,8
G. Diagnosis
Diagnosis pasti pada sifilis kongenital ditegakan
dengan identifikasi T.pallidum.
Selain itu, sifilis kongenital dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan
antepartum dan pada bayi lahir mati. Untuk pemeriksaan pada janin dapat
digunakan ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan USG dapat dijumpai penebalan
kulit, penebalan plasenta, hepatosplenomegali dan hidramnion. Pemeriksaan ini
dilengkapi dengan pemeriksaan cairan amnion untuk mencari adanya treponema.
Identifikasi T. pallidum dengan
pemeriksaan mikroskop lapagan gelap atau imunofluoresensi dapat dilakukan
apabila dijumpai secret hidung, mucous patches, lesi vesiko bulosa atau kondiloma lata. Namun,
cara konvensional untuk pengambilan specimen tidak sensitive dan merupakan
prosedur invasive, sehingga sulit dilakukan dan hanya dilakukan pada bayi
dengan lesi luas. Selain itu, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan
identifikasi T.pallidum sulit
dilakukan untuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital, yaitu :
1. T.pallidum bersifat tidak dapat dibiakkan dan sulit ditemukan pada spesmen klinis
2. Analisis serologic pada bayi rumit oleh adanya antibody maternal yang
didapat transplasental
3. Sebagian besar bayi sakit yang hidup tidak menunjukkan adanya tanda infeksi
Untuk menegakkan diagnosis klinis sifilis kongenital,
saat ini di AS digunakan dua criteria, yaitu kriteria dari Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) yang direvisi dan kriteria Kaufman yang dimodifikasi.
1. Kriteria Kaufman yang
dimodifikasi.
a. Pasti (definite)
Dijumpai T.pallidum pada
pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan histologik
b. Sangat Mungkin (probable)
1) Peningkatan titer VDRL dalam waktu 3 bulan atau tes serologic untuk sifilis
(TSS) reaktif yang tidak berubah menjadi non reaktif dalam waktu 4 bulan
2) Satu kriteria mayor atau dua minor dan disertai TSS reaktif atau tes FTA
reaktif
3) Satu kriteria mayor dan satu kriteria minor
c. Kriteria mayor berupa
kondiloma lata, osteokondritis, periostitis, rhinitis, rhinitis hemoragik
d. Kriteria minor berupa
fisura pada bibir, lesi kulit, mucous
patch, hepatomegali,splenomegali, limfadenopati generalisata, kelainan
SSP, anemia hemolitik, sel cairan serebrospinal (CSS) >20, protein >100.2
2. Kriteria CDC yang di
revisi
a. Pasti (confirmed)
Diijumpai T. Pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap
b. Tersangka (presumtive)
1) Semua bayi yang ibunya
menderita sifilis tanpa pengobatan atau mendapat
pengobatan tidak adekuat selama kehamilan
2) Semua
bayi dengan TSS reaktif dan satu dari keadaan di bawah ini :
a) Gambaran
sifilis kongenital pada pemeriksaan fisik
b) VDRL
CSS reaktif/ hitung sel CSS ≥ 5/protein CSS ≥ 50 diluar sebab lain.
c.) Tes FTA-abs-19S-antibodi IgM reaktif
3) Bayi
lahir mati (syphilitic stillbirth)
Kematian janin setelah umur kehamilan 20 minggu atau
berat janin ≥500 gram pada wanita yang menderita sifilis tanpa pengobatan atau
memperoleh pengobatan tidak adekuat saat melahirkan.
H. Penatalaksanaan
Pengobatan
sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan pengobatan
pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan
sifilis, baik sifilis didapat maupun sifilis kongenital. Pada wanita hamil,
tetrasiklin dan doksisiklin merupakan kontraindikasi. Penggunaan sefriakson pada
wanita hamil belum ada data yang lengkap. Pengobatan sifilis pada kehamilan di
bagi menjadi tiga, yaitu :
1. Sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak
lebih dri 2 tahun).
Benzatin
penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin G prokain
dalamaquadest 600.000 unit IM selama 10 hari.
2. Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang
tidak diketahui lama infgeksi, sifilis kardiovaskular, sifilis lanjut benigna,
kecuali neurosifilis).
Benzatin
penisilin G 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama 3 x berturut-turut, atau
dengan penisilin G prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 21 hari.
3. Neurosifilis
Bezidin
penisilin 6-9 MU selama 3-4 minggu. Selanjutnya dianjurkan pemberian benzil
penisilin 2-4 MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari yang diikuti pemberian
penisilin long acting, yaitu
pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3
minggu, atau penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x 500 mg/hari
selama 10 hari yang diikuti pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM
sekali seminggu selama 3 minggu.
Terdapat
beberapa kriteria yang harus dipenuhi pada pengobatan sifilis kongenital
menurut CDC tahun 1998. pengobatan harus diberikan pada bayi :
a. Menderita
sifillis kongenital yang sesuai dengan gambaran klinik, laboratorium
dan/radiologik,
b. Mempunyai
titer test nontreponema ≥ 4 kali dibanding ibunya
c. Dilahirkan
oleh ibu yang pengobatannya sebelum melahirkan tidak tercatat, tidak diketahui,
tidak adekuat atau terjadi ≤ 30 hari sebelum persalinan.
d. Dilahirkan
oleh ibu seronegatif yang diduga menderita sifilis
e. Titer
pemeriksaan nontreponema meningkat ≥ 4 kali selama pengamatan.
f. Hasil
tes treponema tetap reaktif sampai anak berusia 15 bulan, atau
g. Mempunyai antibodi spesifik IgM antitreponema.
Selain
itu, juga dipertimbangkan pengobatan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita sifilis dan diobati selama
kehamilannya namun bayi tersebut selanjutnya tidak bisa diamati.
Pengobatan sifilis kongenital tidak boleh ditunda dengan alasan menunggu
diagnosis pasti secara klinis atau serologik. Dengan pengobatan dengan Aqueous penisilin bergantung 1 minggu
>usia bayi. Pada usia ≤ 1 minggu, diberikan tipa 12
jam, usia – ≤ 4 minggu diberikan tiap 8
jam, dan setelah usia 4 minggu diberikan tipa 6 jam.
1. Pengobatan sifilis kongenital menurut CDC tahun
1998
a. Bayi
dengan sifilis kongenital, ibu dengan/ tanpa sifilis.
Penisilin G prokain 50.000 unit/kgBB IM/IV selama
10-14 hari.
b. Bayi normal
c. Ibu sifilis dini
dan/atau tanpa terapi atau terapi tidak tercatat diberikan :
Aqueous penisilin G 50.000 unit/kgBB IV
selama 10-14 hari, atau penisilin prokain G 50.000 unit/kgBB IM, 10-14 hari
usia (usia ≤ 4 minggu), atau benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis
tunggal
d. Ibu
sifilis laten lanjut, atau
e. Ibu
mendapat terapi eritromosin atau obat selain penilin, atau
f. Ibu
mendapat terapi adekuat ≤ 4 minggu sebelum persalinan, atau
g. Ibu
mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer non treponema
tidak turun 4 kali lipat, diberikan : Benzatin penisilin 50.000 unit/kgBB IM,
dosis tunggal
h. Ibu
mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer nontreponema
turun 4 kali lipat, dilakukan : Pengamatan klinis dan serologik, atau benzatin
penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal bila pengamatan tidak
memungkinkan
i. Ibu mendapat
terapi adekuat sebelum kehamilan dan titer stabil (VDRL≤ 1:2) selama kehamilan,
dilakukan : Pengamatan klinis dan serologic. Menurut CDC 1998, diluar masa
neonatus, anak yang didiagnosis sifilis congenital harus diperiksa CSS untuk
menyingkirkan neurosifilis dan menentukan sifilis congenital atau sifilis
didapat. Semua anak yang diduga menderita sifilis kongenital atau dengan
kelainan neurologik diberikan aqueous penisiline G 50.000 unit/kgBB IV/IM tiap 4-6 jam selama
10-14 hari. Pemberian penisilin prokain tidak dianjurkan.
2. Pengobatan alternatif untuk pasien alergi penisilin
Bila alergi terhadap penisilin, sebagai obat
alternatif diberikan obat tetrasiklin dan eritromisin. Tetapi efektifitasnya
lebih rendah bila dibandingkan dengan penisilin. Penggunaan sefriakson pada
wanita hamil belum ada data yang lengkap.
3. Pemeriksaan Setelah Pengobatan
Pemeriksaan penderita sifilis dini harus dilakukan, bila terjadi infeksi
ulang setelah pengobatan. Setelah pemberian penisilin G, maka setiap pasien
harus diperiksa 3 bulan kemudian untuk penentuan hasil pengobatan. Pengalaman
menunjukkan bahwa infeksi ulang sering terjadi pada tahun pertama setelah
pengobatan. Evaluasi kedua dilakukan 6-12 bulan setelah pengobatan. Penderita
yang diberi pengobatan selain penisilin harus lebih sering diperiksa.
a. Semua penderita sifilis
kardiovaskuler dan neurosifilis harus diamati bertahun-tahun,termasuk klinis,
serologis dan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang dan bila perlu
radiologis.
b. Pada semua tingkat
sifilis, pengobatan ulang diberikan bila :
1) Tanda-tanda dan gejala
klinis menunjukkan sifilis aktif yang persisten atau berulang.
2) Terjadi
kenaikan titer tes nontreponemal lebih dari dua kali pengenceran ganda.
3) Pada
mulanya tes nontreponemal dengan titer tinggi (> 1/8) persisten
bertahun-tahun.
4) Harus
dilakukan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang setelah diberi pengobatan,
kecuali ada infeksi ulang atau diagnosis sifilis dini dapat ditegakkan.
5) Penderita
harus diberi pengobatan ulang terhadap sifilis yang lebih dari 2 tahun. Pada
umumnya hanya sekali pengobatan ulang dilakukan sebab pengobatan yang cukup
pada penderita akan stabil dengan titer rendah.
I. Diagnosis Banding
Diagnosis banding
pada sifilis kongenital antara lain sebagai berikut :
1. Iktiosis lamellar
Kelainan
ini berisfat autosomal resesif, timbul pada waktu lahir. Lokalisasinya lipatan
tubuh, batang tubuh dan monomorf. Efloresensinya sisik-sisik besar datar dan bewarna gelap.
2. Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS)
Lesi kulit menyeluruh, bula eritematosa, ukuran cukup
besar, superficial, dan mudah pecah. Seringkali dijumpai pada
bayi. Pada penyembuhan tampak jaringan parut, hal ini disebabkan oleh peran epidermolytic toxin, cleavage plane dalam
stratum granulosum sehingga terjadi pengumpulan cairan dalam bula secara pasif.
3. Staphylococcal scarlatiniform eruption
Lesi kulit menyeluruh, berupa macula
eritematosa di sekitar bibir, hidung, leher, dan aksila. Kemudian menyebar ke
seluruh badan namun
4. Toxic shock syndrome
Kelainan kulit berupa eritroderma
yang menyeluruh dapat berbentuk komponen petekie maupun skarlatiform.
5. Malnutrisi
(Marasmik-kwashiorkor)
Pada keadaan malnutrisi ini, pada
kulit dapat ditemukan hiperpigmentasi, likenifikas, deskuamasi, eskoriasi, dan
edema. Pada mukosa mulut
timbul erosi, rambut halus, lurus, mudah di lepas, dan muka seperti orang tua.
6. Morbili kongenital
Adanya bercak koplik, yakni bercak kecil
sebesar jarum pentul berwarna kemerahan terletak di daerah mukosa di depan gigi
molar, ruam berwarna kecoklatan. Di daerah muka, leher, dan bagian tubuh
sebelah atas ruam tampak bersatu, sedangkan di tubuhbagian bawah ruam
menyebar
7. Dermatitis seboroik
Karakteristik lesi adanya sisik, kemerahan
dengan daerah predileksi muka, kulit kepala dan lipatan kulit, skuamanya
berminyak, berwarna kekuningan dengan batas tidak tegas
8. Infantile acne (acne neonatorum)
Secara klinis, akne neonatorum merupakan erupsi
polimorf dengan eritema, pustule, komedo pada pipi13,14,15
J. Pencegahan
Sifilis kongenital
adalah penyakit yang dapat dicegah, yaitu melalui deteksi sifilis selama kehamilan.
Tindakan utama pada pencegahan sifilis
kongenital adalah identifikasi dan pengobatan wanita hamil yang teriinfeksi
sifilis, karena pengobatan sifilis pada kehamilan dengan menggunakan penisilin
dapat mencegah infeksi kongenital sampai 98%. Tes serologi (VDRL dan TPHA)
harus dilakukan pada perawatan kehamilan (prenatal care), yaitu saat kunjungan pertama, sedangkan pada
kelompok risiko tinggi, dilakukan pada pemeriksaan ulang pada usia kehamilan 28
minggu dan saat persalinan. Apabila dijumpai hasil tes seropositif, harus
diberikan pengobatan. Namun, kehamilan kadang menimbulkan tes nontreponema
positif palsu, dan pada keadaan seperti ini dilakukan anamnesis yang rinci,
pemeriksaan fisik cermat dan pengamatan serologik. Bila tidak memungkinkan, diberikan
terapi, terutama bila titer pada pemeriksaan VDRL > 1:2 pada pemeriksaan
pertama.
Bayi dengan test serologik reaktif perlu
dilakukan pemeriksaan nontreponema beberapa kali setelah pengobatan sampai
diperoleh hasil nonreaktif. Biasanya dilakukan pada usia 2, 4, 6, 12 dan 15
bulan. Pada bayi dengan sifilis kongenital, tes serologik nontreponema biasanya
menjadi nonreaktif dalam waktu 12 bulan setelah terapi adekuat. Adanya tes
treponema reaktif setelah anak berusia lebih dari 15 bulan, saat anak sudah tidak
memiliki antibody maternal, membantu menegakkan diagnosis sifilis kongenital.
Hasil serologik CSS yang reaktif 6 bulan setelah terapi sifilis kongenital,
merupakan indikasi pengobatan ulang, demikian pula bila titer menetap.
K. Prognosis
Prognosis sifilis
kongenital bergantung periode munculnya gejala, kerusakan yang terjadi, dan
penatalaksanaan. Semakin dini gejala muncul, semakin banyak jaringan yang rusak
dan penatalaksanaan yang kurang tepat maka akan semakin buruk prognosisnya.
Kelainan yang ditimbulkan stigmata sifilis kongenital akan menetap, misalnya
gigi huchinton, keratitis interstitial, ketulian nervus VIII, dan Clutton’s joint. Meskipun telah
diobati, tetapi pada 70% kasus ternyata tes reagin tetap positif.
TEORI SOAP
A. Subjektif
Anamnesa meliputi :
1. Riwayat penyakit umum; apakah penderita pernah
menderita penyakit berat, TBC, jantung, ginjal, kelainan darah, diabetus melitus dan kelainan jiwa. Riwayat operasi
non ginekologik seperti strumektomi, mammektomi,
appendektomi, dan lain-lain.
2. Riwayat obstetrik; perlu diketahui
riwayat kehamilan sebelumnya, apakah pernah mengalami
keguguran, partus secara spontan normal atau partus dengan tindakan, dan
bagaimana keadaan anaknya. Adakah infeksi nifas dan riwayat kuretase yang dapat menjadi sumber infeksi panggul dan kemandulan.
3. Riwayat ginekologik; riwayat penyakit/ kelainan ginekologik dan pengobatannya, khususnya
operasi yang pernah dialami.
4. Riwayat haid; perlu diketahui riwayat menarche, siklus haid teratur atau tidak, banyaknya darah yang keluar, lamanya haid, disertai rasa nyeri atau tidak, dan menopause. Perlu ditanyakan haid terakhir yang masih normal.
5. Keluhan utama; keluhan yang dialami
pasien sekarang.
6. Riwayat keluarga berencana; riwayat pemakaian alat kontrasepsi apakah pasien menggunakan kontrasepsi alami dengan atau tanpa alat,
hormonal, non hormonal maupun kontrasepsi mantap.
7. Riwayat penyakit keluarga; perlu ditanyakan apakah keluarga pasien ada yang memiliki penyakit berat atau kronis.
Pemeriksaan umum meliputi :
- Kesan umum; apakah tampak sakit, bagaimanakah kesadarannya,
apakah tampak pucat, mengeluh kesakitan di daerah abdomen.
- Pemeriksaan tanda vital; periksa tekanan darah, nadi, dan suhu.
- Pemeriksaan penunjang; pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus.
B.
Objektif
Merupakan
pemeriksaan ginekologik. Agar diperoleh hasil yang baik
maka posisi pasien dan alat-alat yang digunakan juga menentukan.Adapun posisi
yang digunakan adalah posisi litotomi, miring dan sims.
Pemeriksaan khusus meliputi :
1. Pemeriksaan Abdomen, terdiri dari : a) Inspeksi
yaitu memperhatikan bentuk, pembesaran (mengarah pada kehamilan, tumor maupun asites), pergerakan pernafasan, kondisi kulit (tebal, mengkilat,
keriput, striae, pigmentasi). b) Palpasi – Sebelum pemeriksaan, kandung kencing dan rektum sebaiknya dalam keadaan
kosong.Untuk mengetahui besar tumor, tinggi fundus uteri, permukaan tumor, adanya gerakan janin, tanda cairan bebas, apakah pada perabaan terasa sakit. c) Perkusi – Untuk mendengar gas dalam usus, menentukan pembesaran tumor, terdapat cairan bebas dalam kavum abdomen dan perasaan sakit saat diketok. d) Auskultasi – Pemeriksaan bising usus, gerakan janin maupun denyut jantung janin.
2. Payudara – mempunyai arti penting sehubungan
dengan diagnostik kelainan endokrin, kehamilan dan karsinoma mammae.
3. Alat Genetalia Luar, terdiri dari : a) Inspeksi vulva – Pengeluaran cairan atau darah dari liang senggama, ada perlukaan pada vulva, adakah pertumbuhan kondiloma akuminata, kista
bartholini, abses bartholini maupun fibroma pada
labia, perhatikan bentuk dan warna, adakah kelainan pada rerineum dan anus. b) Palpasi vulva – Teraba tumor, benjolan maupun pembengkakan pada kelenjar
bartholini.
4. Pemeriksaan Inspekulo, terdiri dari : a) Pemeriksaan vagina – Adakah ulkus, pembengkakan atau cairan dalam vagina; adakah benjolan pada vagina. b) Pemeriksaan porsio uteri – Adakah perlukaan, apakah tertutup
oleh cairan/ lendir, apakah mudah berdarah dan terdapat kelainan. c) Pengambilan cairan berasal dari ulkus vagina dan porsio uteri – Pemeriksaan bakteriologis, pemeriksaan jamur dan pemeriksaan sitologi.
5. Pemeriksaan Dalam – Pemeriksaan dalam untuk menentukan : a) Rahim – Bagaimana posisi rahim, besar, pergerakan, dan konsistensi
rahim, apakah ada nyeri saat pemeriksaan. b) Adneksa (daerah kanan kiri rahim) – Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggerakkan
jari yang berada didalam fornix lateral dan tangan yang ada diluar bergerak ke
samping uterus. c) Forniks posterior (kavum
douglas) – Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah
terdapat nanah (infeksi) dan apakah forniks menonjol akibat
perdarahan kavum abdominalis.
6. Pemeriksaan Rectal – Pemeriksaan rectal dilakukan pada wanita yang belum coitus, pada kelainan bawaan seperti atresia himenalis
atau vaginalis, hymen rigidus dan vaginismus.
Caranya: jari telunjuk dimasukkan ke dalam rectal, tangan luar diletakkan di
atas sympisis.
7. Pemeriksaan Rectovaginal – Pemeriksaan rectovaginal digunakan pada proses-proses dibelakang dan kiri kanan dari uterus (parametrium) seperti infiltrat dan
tumor. Caranya: jari telunjuk dimasukkan
ke dalam vagina sedangkan jari tengah ke dalam
rectum.
8. Pemeriksaan Penunjang – Seperti sonografi
transveginal, histeroskopi maupun tindakan operatif lain.
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN
SÍFILIS KONGENITAL
A. Data Subjektif
Seorang ibu hamil dengan
umur kehamilan 28 minggu hamil anak pertama, mengeluh flu, seperti demam dan
pegal-pegal, serta kemerahan pada kaki dan tangan .Ibu mengatakan suaminya
menderita sífilis serta belum teratasi .Ibu merasa cemas jika ibu dan bayi yang
dikandungnya tertular sífilis. Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tidak
mengetahui aktivitas suaminya diluar rumah. Ibu khawatir suaminya sering
‘jajan‘ mungkin tidak menyadari kalau dirinya sudah mengidap penyakit sifilis.
B. Data Objektif
Pemeriksaan
fisik
1) Keadaan umum :
baik
kesadaran : CM
2) Status
emosional : stabil
3) Tanda
vital :
Tekanan Darah :
120/90 mmHg
Suhu : 37,5
˚C
Nadi :
88 x/menit
Pernafasan : 22x/menit
4) BB/TB : 55kg/ 150cm
5) Status
Gizi :
IMT :
55/(1,5)2 = 24,4
LILA : 24 cm
6) Genetalia : luka kemerahan dan basah didaerah vagina
7) Ekstrimitas :
ruam ditelapak kaki dan tangan
8) pemeriksaan lab : leukosit meningkat
C. Assesment
1) Diagnosa Kebidanan
Ny ‘S’ umur 25 tahun G1P0Ab0Ah0 UK : 28 minggu dengan
sífilis kongenital
2) Masalah
Ibu mengatakan cemas bila ibu dan bayi yang
dikandungnya tertular sífilis kongenital.
3) Kebutuhan
KIE tentang penyakit sifilis kongenital dalam
kehamilan.
KIE cara penularan sifilis dari ibu ke bayi yang dikandungnya.
4) Diagnosa potensial
Ibu hamil dengan asma berpotensi terjadi kerusakan
kulit, hati, limpa, dan keterbelakangan mental pada bayi.
5) Masalah potensial
Tidak ada
Kebutuhan Tindakan Segera
Berdasarkan Kondisi Klien
1) Mandiri
Tidak dilakukan
2) Kolaborasi
Pemeriksaan laboratorium di Laboratorium untuk
pemeriksaan kimia darah, ureum, kreatinin, GDS
3) Merujuk
D. Planning
1) Menjelaskan
kepada ibu bahwa keluhan yang dirasakannya yaitu :flu, demam, pegal-pegal,
serta kemerahan pada kaki dan tangan merupakan tanda- tanda sifilis
Ev : Ibu memahami bahwa keluhan yang dialaminya adalah
gejala- gejala sifilis.
2) Menganjurkan dan menjelaskan pada ibu tentang teknik
relaksasi, pengurangan rasa nyeri dan menciptakan lingkungan yang nyaman dengan
mengganti alat tenun yang kotor.
Ev : Ibu memahami tentang teknik relaksasi,
pengurangan rasa nyeri dan menciptakan lingkungan yang nyaman.
3) Menganjurkan ibu untuk banyak minum, memakai pakaian
yang tipis dan longgar ,dan melakukan kompres apabila demam dengan menggunakan
air hangat di dahi dan lengan.
Ev : Ibu mengerti dan bersedia untuk melaksanakan
anjuran bidan.
4) Menganjurkan ibu untuk melibatkan keluarga dalam
perawatan agar ibu mendapatkan support dan dukungan dari keluarga sehingga mempercepat
proses penyembuhan.
Ev : Ibu mengerti dan keluarga bersedia untuk terlibat
dalam proses pengobatan dan perawatan ibu.
5) Menganjurkan ibu dan suami untuk tidak berganti- ganti
pasangan karena hal ini dapat menyebabkan penyakit menular seksual dan dapat
menyebabkan penyebaran dari penyakit menular seksual menjadi lebih luas.
Ev : Ibu mengerti penjelasan bidan dan bersedia untuk
tidak berganti- ganti pasangan begitu juga dengan suami.
6) Menjelaskan pada ibu tentang teknik pengurangan rasa
nyeri yaitu dengan pengompresan dengan air hangst pada daerah yang nyeri, dan
meminimalisir terjadinya sentuhan atu gesekan pada daerah yang yang nyeri.
Ev : Ibu mengerti penjelasan bidan dan bersedia
melaksanakan
7) Menjelaskan pada ibu bahwa sifilis bisa menimbulkan
komplikasi pada ibu dan bayi sehingga ibu harus menjaga kondisinya agar tidak
terjadi komplikasi.
Ev : Ibu memahami penjelasan bidan dan akan selalu
menjaga kondisinya.
8) Menganjurkan ibu
untuk pemeriksaan laboratorium di laboratorium untuk pemeriksaan kimia darah,
ureum, kreatinin, GDS.
Ev : Ibu bersedia melakukan pemeriksaan laboratorium
di Laboratorium.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sifilis kongenital adalah penyakit yang
didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang menderita sifilis.3 Infeksi
sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap
masa kehamilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin
berusia 18 minggu, karena lapisan Langhans yang merupakan pertahanan janin
terhadap infeksi masih belum atrofi.
Sifilis terdistribusi di seluruh dunia, dan merupakan
masalah yang utama pada Negara berkembang. Dilihat dari usia, kasus sifilis
banyak ditemukan pada orang dengan rentang usia 20-30 tahun
Penularan sifilis dapat melalui cara sebagai berikut :
Kontak langsung, sexually tranmited diseases (STD),
non-sexually, Transplasental,
dari ibu yang menderita sifilis ke janin yang dikandungnya, Transfusi :
Syphilis d’ emblee, tanpa primer lesi
DAFTAR PUSTAKA
Department of Health and Human Services of
USA. Congenital Shypilis – United
State 2002. Disitasi dari :http://www.cdc.gov/mmwr/preview/
mmwrhtml/mm5331a4.htm pada tanggal :18 Februari 2009. Last Update : July 2008.
Diakses 5 Mei 2013Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta:
FKUI.
Murtiastuti D.
Sifilis. Dalam : Barakbah J, Lumintang H,Martodhiharjo S, editor. 2008. Buku
Ajar Infeksi Menular Seksual. Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press.
Webmaster. Trepronema Pallidum. Disitasi dari :http://www.medgadget. com/_archives/img/treponema.htm pada tanggal : 18 Februari
2009. Last Update : Januari 2009. Diakses
5 Mei 2013.
Webmaster. Shypilis.
Disitasi dari : http://www.uveitis.org/images/syphil1.htm pada tanggal : 18
Februari 2009. Last Update : Januari 2009. Diakses 5 Mei 2013.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar