Senin, 07 Juli 2014

MAKALAH "Askep Ginekologi Sifilis"

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum,  yang menyerang manusia, bersifat kronis, sistemik dan dapat mengenai semua bagian tubuh, dapat bersifat laten selama bertahun-tahun, menular serta dapat diobati. Sifilis kongenital adalah sifilis yang ditularkan oleh ibu kepada janinnya secara intra uterin. Nama lainnya adalah lues connate, syphilis connata, venereal, penyakit raja singa.
Pada abad ke-15, sifilis merupakan wabah di Eropa, tapi sesudah tahun 1860, morbiditas penyakit ini menurun dengan cepat. Selama perang dunia ke II, insiden sifilis meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1946, dan setelah ditemukan penisilin menurun dengan cepat. Di Eropa dan Amerika Serikat insiden sifilis kongenital pada umumnya menurun sekitar tahun 1970 sampai awal 1980, namun dalam beberapa tahun terakhir tampak adanya peningkatan insiden sifilis kongenital. Peningkatan ini diduga berkaitan dengan peningkatan insiden primer dan sekunder pada wanita usia subur yang berumur 15-29 tahun. Di samping itu, sifilis congenital merupakan penyebab 20-30% kematian bayi perinatal.2
Gambaran klinis sifilis kongenital dibagi menjadi sifilis kongenital dini (timbul sebelum usia 2 tahun), serta sifilis kongenital lanjut (timbul setelah usia 2 tahun). Hampir semua kasus sifilis didapat melalui kontak seksual langsung dengan lesi dari individu yang terjangkit sifilis aktif primer ataupun sekunder. Sifilis dapat ditransmisikan secara kongenital dari ibu yang terinfeksi melalui plasenta ke janin.
B.  Rumusan Masalah
Bagaimanakah Asuhan Kebidanan Ginekologi pada Ibu Hamil dengan Sipilis ?

BAB II
TINJAUAN TEORI

A.  Pengertian Sifilis
Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang menderita sifilis. 3 Infeksi sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap masa kehamilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin berusia 18 minggu, karena lapisan Langhans yang merupakan pertahanan janin terhadap infeksi masih belum atrofi. Tetapi ternyata dengan mikroskop elektron dapat ditemukan Treponema pallidum pada janin berusia 9-10 minggu.
Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifilis yang muncul pada dua tahun pertama kehidupan anak, dan jika muncul setelah dua tahun pertama kehidupan anak disebut dengan sifilis kongenital lanjut.
B.  Epidemiologi
Sifilis terdistribusi di seluruh dunia, dan merupakan masalah yang utama pada Negara berkembang. Dilihat dari usia, kasus sifilis banyak ditemukan pada orang dengan rentang usia 20-30 tahun. Empat puluh persen wanita hamil dengan sifilis dini yang tidak diobati, akan mengakibatkan penularan pada janin.
C.  Etiologi
     Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Sshaudinn dan Hoffman ialah Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae dan genus Treponema. Bentuk seperti spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri empat dari delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di luar badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk transfuse dapat hidup tujuh puluh dua jam.
     Penularan sifilis dapat melalui cara sebagai berikut :
1) Kontak langsung
2) sexually tranmited diseases (STD)
3) non-sexually
4) Transplasental, dari ibu yang menderita sifilis ke janin yang dikandungnya.
5) Transfusi : Syphilis d’ emblee, tanpa primer lesi
D.  Klasifikasi
     Menurut World Health Organization (WHO) secara garis besar sifilis dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1)  Sifilis kongenital (bawaan)
2)  Sifilis akuisita (didapat)
            Sifilis kongenital dapat berbentuk :
1)  Sifilis kongenital dini (timbul pada umur kurang dari 2 tahun)
2)  Sifilis kongenital lanjut/tarda (timbul setelah umur lebih dari 2 tahun)
E. Patogenesis
     Sifilis dapat ditularkan oleh ibu pada waktu persalinan, namun sebagian besar kasus sifilis kongenital merupakan akibat penularan in utero. Resiko sifilis kongenital berhubungan langsung dengan stadium sifilis yang diderita ibu semasa kehamilan. Lesi sifilis congenital biasanya timbul setelah 4 bulan in utero pada saat janin sudah dalam keadaan imunokompeten. Penularan inutero terjadi transplasental, sehingga dapat dijumpai Treponema pallidum pada plasenta, tali pusat, serta cairan amnion.
     Treponema pallidum melalui plasenta masuk ke dalam peredaran darah janin dan menyebar ke seluruh jaringan. Kemudian berkembang biak dan menyebabkan respons peradangan selular yang akan merusak janin. Kelainan yang timbul dapat bersifat fatal sehingga terjadi abortus atau lahir mati atau terjadi gangguan pertumbuhan pada berbagai tingkat kehidupan intrauterine maupun ekstrauterin.
F.  Gambaran Klinis
     Berdasarkan gambaran klinisnya, sifilis kongenital dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini, sifilis kongenital lanjut dan stigmata. Dianggap sifilis kongenital dini jika timbul pada anak di bawah usia 2 tahun dan sifilis kongenital lanjut bila timbul di atas 2 tahun. Sigmata adalah jaringan parut atau deformitas yang terjadi akibat penyembuhan dua stadium tersebut.
1.  Sifilis kongenital dini
Gambaran klinis sifilis kongenital dini sangat bervariasi, mengenai berbagai organ dan menyerupai sifilis stadium II. Karena infeksi pada janin melalui aliran darah maka tidak dijumpai kelainan sifilis primer. Pada saat lahir bayi dapat tampak sehat dan kelainan timbul setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula kelainan ada sejak lahir.
 Pada bayi dapat dijumpai kelainan berupa kondisi berikut :
a.       Pertumbuhan intrauterine yang terlambat
b.      Kelainan membrane mukosa :
Mucous patch dapat ditemukan di bibir, mulut, farings, laring dan mukosa genital. Rinitis sifilitika (snuffles) dengan gambaran yang khas berupa cairan hidung yang mula-mula encer tetapi kemudian menjadi pekat, purulen dan hemoragik. Hidung menjadi tersumbat sehingga menyulitkan pemberian makanan.
c.       Kelainan kulit, rambut dan kuku
Dapat berupa makula eritem, papula, papuloskuamosa dan bula. Bula dapat sudah ada sejak lahir, tersebar secara simetris, terutama pada telapak tangan dan telapak kaki. Makula, papula atau papulomatous tersebar secara generalisata dan simetris. Di daerah yang lembab papula menjadi erosif dan membasah atau menjadi hipertrofik (kondiloma lata). Pada kasus yang berat tampak kulit menjadi keriput terutama pada daerah muka sehingga bayi tampak seperti orang tua. Rambut jarang dan kaku, alopesia areata terutama pada sisi dan belakang kepala. Alopesia dapat juga mengenai alis dan bulu mata. Onikosifilitika disebabkan oleh papula yang timbul pada dasar kuku dan menyebabkan kuku menjadi terlepas. Kuku baru yang tumbuh berwarna suram, tidak teratur dan menyempit pada bagian dasarnya.
d.      Kelainan tulang
Pada 6 bulan pertama, osteokondritis, periostitis, dan osteitis pada tulang-tulang panjang merupakan gambaran yang khas. Perubahan yang paling mencolok tampak pada daerah pertumbuhan tulang di dekat epifisis. Epifisis membesar, garis epifisis melebar dan tidak teratur. Pada batas metafisis dengan garis kartilago epifisis, tampak daerah kalsifikasi yang densitasnya meningkat dan tidak teratur sehingga pemeriksaan sinar X memberikan gambaran seperti gigi gergaji. Pseudoparalisis pada anggota gerak disebabkan oleh pembengkakan periartikular dan nyeri pada ujung-ujung tulang sehingga gerakan menjadi terbatas. Osteokondritis dapat dilihat pada pemeriksaan dengan sinar X setelah 5 minggu sedangkan periostitis setelah 16 minggu. Tanda-tanda osteokondritis menghilang setelah 6 bulan tetapi periostitis menetap dan menjadi lebih jelas.
e.       Kelainan kelenjar getah bening : terdapat limfadenopati generalisata
f.       Kelainan alat-alat dalam : hepatomegali, splenomegali, nefritis, nefrosis, pneumonia
g.      Kelainan mata : Korioretinitis, glaukoma dan uveitis
h.      Kelainan hematologi : anemia, eritroblastemia, retikulositosis, trombositopenia, diffuse intravascular coagulation (DIC)
i.        Kelainan susunan saraf pusat : meningitis sifilitika akut yang bila tidak diobati secara adekuat akan menimbulkan hidrosefalus, kejang dan mengganggu perkembangan intelektual1



2. Sifilis kongenital lanjut
Sifilis ini biasanya timbul setelah umur 2 tahun, lebih dari setengah jumlah penderita tanpa manifestasi klinik, kecuali tes serologis yang reaktif. Titer serologis sering berfluktuasi, sehingga jika dijumpai keadaan demikian, dapat diduga suatu sifilis kongenital. Gambaran klinis dari sifilis kongenital dapat di bedakan dalam 2 tipe :
a.  Inflamasi sifilis kongenital lanjut
Pada keadaan ini yang paling pentig adalah adanya lesi kornea, tulang, dan sistem saraf pusat. Dapat dijumpai kelainan sebagai berikut :
1)   Kornea : Keratitis Intersisial
Biasanya terjadi pada umur pubertas, dan terjadi bilateral. Pada kornea timbul pengaburan menyerupai gelas disertai vaskularisasi sklera. Keadaan ini dimulai dengan peradangan perikorneal berat dan kemudian berlanjut dengan perselubungan difus kornea oleh bayangan putih tanpa adanya ulserasi pada permukaan kornea, terjadi pada 20-50 % kasus sifilis kongenital lanjut.
2)   Tulang : Perisynovitis (Clutton’s joint)
Mengenai kedua lutut, yang akan mengakibatkan terjadinya bengkak tanpa nyeri yang simetris.
3)   Sistem saraf pusat
Lesi pada sistem saraf pusat dapat terjadi pada sifilis kongengital lanjut. Biasanya yang menjadi tanda lesi SSP pada sifilis kongenital adalah dengan adanya kelemahan umum (generalized paresis) dan renjatan.
b. Stigmata sifilis kongenital
Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh serta meninggalkan parut dan kelainan yang khas. Parut dan kelainan demikian disebut dengan stigmata sifilis kongenital,akan tetapi  hanya sebagian penderita yang menunjukkan gambaran tersebut. Ditemukannya stigmata ini dapat menjadi salah satu pegangan unuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital.Pada stigmata sifilis  kongenital, hal penting yang perlu diperhatikan adalah adanya trias Hutchinson, yaitu :
1)   Perubahan pada gigi insisivus menjadi datar dan seperti gergaji
2)   Opasitas kornea (kornea ditutupi kabut berwarna putih) tanpa ilserasi permukaan kornea.
3)   Ketulian karena ganguan nervus akustikus (N.VIII). Ketulian biasanya terjadi mendekati masa pubertas, tetapi kadang-kadang terjadi pada umur pertengahan.
Selain itu ditemukan pula kelainan sebagai berikut :
1.    Neurosifilis
Dapat juga menunjukkan kelainan seperti manifestasi sifilis yang didapat. Tabes dorsalis agak jarang dibandingkan dengan sifilis yang didapat, paresis lebih sering terjadi dibandingkan dengan sifilis yang didapat, paresis lebih sering terjadi dibandingkan pada orang dewasa. Kejang juga sering terjadi pada kasus sifilis kongenital ini.
2.    Tulang dan palatum
Terjadi sklerosis, sehingga tulang kering menyerupai pedang (sabre), tulang frontal yang menonjol, atau dapat juga terjadi kerusakan akibat gumma yang menyebabkan destruksi terutama pada septum nasi atau pada palatum durum. Perforasi palatum dianggap terjadi pada sifilis kongenital.
3.    Gigi molar Mulberry (Mulberry’s molar)
Biasanya pada molar I dan muncul pada usia 6 tahun, merupakan gambaran gigi yang hiperplastik dengan permukaan oklusal yang mendatar (flattening) serta diliputi oleh serbukan yang menandakan kerapuhan gigi.
4.    Sifilis rinitis infantil dan nasal chondritis
Fisura di sekitar rongga mulut dan hidung disertai ragade yang disebut sifilis rinitis infantil. Nasal chondritis merupakan kelainan yang disebabkan oleh pendataran tulang pembentuk hidung, gambaran ini biasa disebut dengan saddle nose.3,4,8

G.  Diagnosis
Diagnosis pasti pada sifilis kongenital ditegakan dengan identifikasi T.pallidum. Selain itu, sifilis kongenital dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan antepartum dan pada bayi lahir mati. Untuk pemeriksaan pada janin dapat digunakan ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan USG dapat dijumpai penebalan kulit, penebalan plasenta, hepatosplenomegali dan hidramnion. Pemeriksaan ini dilengkapi dengan pemeriksaan cairan amnion untuk mencari adanya treponema. Identifikasi T. pallidum dengan pemeriksaan mikroskop lapagan gelap atau imunofluoresensi dapat dilakukan apabila dijumpai secret hidung, mucous patches, lesi vesiko bulosa atau kondiloma lata. Namun, cara konvensional untuk pengambilan specimen tidak sensitive dan merupakan prosedur invasive, sehingga sulit dilakukan dan hanya dilakukan pada bayi dengan lesi luas. Selain itu, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan identifikasi T.pallidum sulit dilakukan untuk menegakkan diagnosis sifilis kongenital, yaitu :
1.    T.pallidum bersifat tidak dapat dibiakkan dan sulit ditemukan pada spesmen klinis
2.    Analisis serologic pada bayi rumit oleh adanya antibody maternal yang didapat transplasental
3.    Sebagian besar bayi sakit yang hidup tidak menunjukkan adanya tanda infeksi
Untuk menegakkan diagnosis klinis sifilis kongenital, saat ini di AS digunakan dua criteria, yaitu kriteria dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang direvisi dan kriteria Kaufman yang dimodifikasi.
1. Kriteria Kaufman yang dimodifikasi.
a.  Pasti (definite)
Dijumpai T.pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan histologik
b.  Sangat Mungkin (probable)
1)   Peningkatan titer VDRL dalam waktu 3 bulan atau tes serologic untuk sifilis (TSS) reaktif yang tidak berubah menjadi non reaktif dalam waktu 4 bulan
2)   Satu kriteria mayor atau dua minor dan disertai TSS reaktif atau tes FTA reaktif
3)   Satu kriteria mayor dan satu kriteria minor
c.  Kriteria mayor berupa kondiloma lata, osteokondritis, periostitis, rhinitis, rhinitis hemoragik
d.  Kriteria minor berupa fisura pada bibir, lesi kulit, mucous patch, hepatomegali,splenomegali, limfadenopati generalisata, kelainan SSP, anemia hemolitik, sel cairan serebrospinal (CSS) >20, protein >100.2
2.  Kriteria CDC yang di revisi
a.  Pasti (confirmed)
Diijumpai T. Pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap
b.  Tersangka (presumtive)
1)  Semua bayi yang ibunya menderita sifilis tanpa pengobatan atau mendapat
     pengobatan tidak adekuat selama kehamilan
2)  Semua bayi dengan TSS reaktif dan satu dari keadaan di bawah ini :
a)  Gambaran sifilis kongenital pada pemeriksaan fisik
b)  VDRL CSS reaktif/ hitung sel CSS ≥ 5/protein CSS ≥ 50 diluar sebab lain.
c.) Tes FTA-abs-19S-antibodi IgM reaktif
3)  Bayi lahir mati (syphilitic stillbirth)
Kematian janin setelah umur kehamilan 20 minggu atau berat janin ≥500 gram pada wanita yang menderita sifilis tanpa pengobatan atau memperoleh pengobatan tidak adekuat saat melahirkan.


H.  Penatalaksanaan
Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu hamil dan pengobatan pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat pilihan untuk pengobatan sifilis, baik sifilis didapat maupun sifilis kongenital. Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin merupakan kontraindikasi. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap. Pengobatan sifilis pada kehamilan di bagi menjadi tiga, yaitu :
1.  Sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dri 2 tahun).
          Benzatin penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin G prokain dalamaquadest 600.000 unit IM selama 10 hari.
2.  Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui lama infgeksi, sifilis kardiovaskular, sifilis lanjut benigna, kecuali neurosifilis).
          Benzatin penisilin G 2,4 juta unit, IM setiap minggu, selama 3 x berturut-turut, atau dengan penisilin G prokain 600.000 unit IM setiap hari selama 21 hari.
3.  Neurosifilis
          Bezidin penisilin 6-9 MU selama 3-4 minggu. Selanjutnya dianjurkan pemberian benzil penisilin 2-4 MU secara IV setiap 4 jam selama 10 hari yang diikuti pemberian penisilin long acting, yaitu pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3 minggu, atau penisilin G prokain 2,4 juta unit IM + prebenesid 4 x 500 mg/hari selama 10 hari yang diikuti pemberian benzatin penisilin G 2,4 juta unit IM sekali seminggu selama 3 minggu.
          Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi pada pengobatan sifilis kongenital menurut CDC tahun 1998. pengobatan harus diberikan pada bayi :
a.  Menderita sifillis kongenital yang sesuai dengan gambaran klinik, laboratorium dan/radiologik,
b.  Mempunyai titer test nontreponema ≥ 4 kali dibanding ibunya
c.  Dilahirkan oleh ibu yang pengobatannya sebelum melahirkan tidak tercatat, tidak diketahui, tidak adekuat atau terjadi ≤ 30 hari sebelum persalinan.
d.  Dilahirkan oleh ibu seronegatif yang diduga menderita sifilis
e.  Titer pemeriksaan nontreponema meningkat ≥ 4 kali selama pengamatan.
f.  Hasil tes treponema tetap reaktif sampai anak berusia 15 bulan, atau
g.  Mempunyai antibodi spesifik IgM antitreponema.
Selain itu, juga dipertimbangkan pengobatan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita sifilis dan diobati selama kehamilannya namun bayi tersebut selanjutnya tidak bisa diamati.  Pengobatan sifilis kongenital tidak boleh ditunda dengan alasan menunggu diagnosis pasti secara klinis atau serologik. Dengan pengobatan dengan Aqueous penisilin bergantung 1 minggu >usia bayi. Pada usia ≤ 1 minggu, diberikan tipa 12 jam, usia  – ≤ 4 minggu diberikan tiap 8 jam, dan setelah usia 4 minggu diberikan tipa 6 jam.
1.  Pengobatan sifilis kongenital menurut CDC tahun 1998
a.  Bayi dengan sifilis kongenital, ibu dengan/ tanpa sifilis.
Penisilin G prokain 50.000 unit/kgBB IM/IV selama 10-14 hari.
b.  Bayi normal
c.  Ibu sifilis dini dan/atau tanpa terapi atau terapi tidak tercatat diberikan :
     Aqueous penisilin G 50.000 unit/kgBB IV selama 10-14 hari, atau penisilin prokain G 50.000 unit/kgBB IM, 10-14 hari usia (usia ≤ 4 minggu), atau benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal
d.  Ibu sifilis laten lanjut, atau
e.  Ibu mendapat terapi eritromosin atau obat selain penilin, atau
f.  Ibu mendapat terapi adekuat ≤ 4 minggu sebelum persalinan, atau
g.  Ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer non treponema tidak turun 4 kali lipat, diberikan : Benzatin penisilin 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal
h.  Ibu mendapat terapi adekuat > 1 bulan sebelum persalinan, titer nontreponema turun 4 kali lipat, dilakukan : Pengamatan klinis dan serologik, atau benzatin penisilin G 50.000 unit/kgBB IM, dosis tunggal bila pengamatan tidak memungkinkan
i.   Ibu mendapat terapi adekuat sebelum kehamilan dan titer stabil (VDRL≤ 1:2) selama kehamilan, dilakukan : Pengamatan klinis dan serologic. Menurut CDC 1998, diluar masa neonatus, anak yang didiagnosis sifilis congenital harus diperiksa CSS untuk menyingkirkan neurosifilis dan menentukan sifilis congenital atau sifilis didapat. Semua anak yang diduga menderita sifilis kongenital atau dengan kelainan neurologik diberikan aqueous penisiline G 50.000 unit/kgBB IV/IM tiap 4-6 jam selama 10-14 hari. Pemberian penisilin prokain tidak dianjurkan.
2.  Pengobatan alternatif untuk pasien alergi penisilin
Bila alergi terhadap penisilin, sebagai obat alternatif diberikan obat tetrasiklin dan eritromisin. Tetapi efektifitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan penisilin. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data yang lengkap.
3.  Pemeriksaan Setelah Pengobatan
Pemeriksaan penderita sifilis dini harus dilakukan, bila terjadi infeksi ulang setelah pengobatan. Setelah pemberian penisilin G, maka setiap pasien harus diperiksa 3 bulan kemudian untuk penentuan hasil pengobatan. Pengalaman menunjukkan bahwa infeksi ulang sering terjadi pada tahun pertama setelah pengobatan. Evaluasi kedua dilakukan 6-12 bulan setelah pengobatan. Penderita yang diberi pengobatan selain penisilin harus lebih sering diperiksa.
a.  Semua penderita sifilis kardiovaskuler dan neurosifilis harus diamati bertahun-tahun,termasuk klinis, serologis dan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang dan bila perlu radiologis.
b.  Pada semua tingkat sifilis, pengobatan ulang diberikan bila :
1)  Tanda-tanda dan gejala klinis menunjukkan sifilis aktif yang persisten atau berulang.
2)  Terjadi kenaikan titer tes nontreponemal lebih dari dua kali pengenceran ganda.
3)  Pada mulanya tes nontreponemal dengan titer tinggi (> 1/8) persisten bertahun-tahun.
4)  Harus dilakukan pemeriksaan cairan sumsum tulang belakang setelah diberi pengobatan, kecuali ada infeksi ulang atau diagnosis sifilis dini dapat ditegakkan.
5)  Penderita harus diberi pengobatan ulang terhadap sifilis yang lebih dari 2 tahun. Pada umumnya hanya sekali pengobatan ulang dilakukan sebab pengobatan yang cukup pada penderita akan stabil dengan titer rendah.
I.  Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada sifilis kongenital antara lain sebagai berikut :
1.  Iktiosis lamellar
                 Kelainan ini berisfat autosomal resesif, timbul pada waktu lahir. Lokalisasinya lipatan tubuh, batang tubuh dan monomorf. Efloresensinya sisik-sisik besar datar dan bewarna gelap.
2.  Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS)
                 Lesi kulit menyeluruh, bula eritematosa, ukuran cukup besar, superficial, dan mudah pecah. Seringkali dijumpai pada bayi. Pada penyembuhan tampak jaringan parut, hal ini disebabkan oleh peran epidermolytic toxin, cleavage plane dalam stratum granulosum sehingga terjadi pengumpulan cairan dalam bula secara pasif.
3.  Staphylococcal scarlatiniform eruption
                 Lesi kulit menyeluruh, berupa macula eritematosa di sekitar bibir, hidung, leher, dan aksila. Kemudian menyebar ke seluruh badan namun
4.      Toxic shock syndrome
                 Kelainan kulit berupa eritroderma yang menyeluruh dapat berbentuk komponen petekie maupun skarlatiform.
5.  Malnutrisi (Marasmik-kwashiorkor)
                 Pada keadaan malnutrisi ini, pada kulit dapat ditemukan hiperpigmentasi, likenifikas, deskuamasi, eskoriasi, dan edema. Pada mukosa mulut timbul erosi, rambut halus, lurus, mudah di lepas, dan muka seperti orang tua.
6.  Morbili kongenital
     Adanya bercak koplik, yakni bercak kecil sebesar jarum pentul berwarna kemerahan terletak di daerah mukosa di depan gigi molar, ruam berwarna kecoklatan. Di daerah muka, leher, dan bagian tubuh sebelah atas ruam tampak bersatu, sedangkan di tubuhbagian bawah ruam  menyebar
7.  Dermatitis seboroik
     Karakteristik lesi adanya sisik, kemerahan dengan daerah predileksi muka, kulit kepala dan lipatan kulit, skuamanya berminyak, berwarna kekuningan dengan batas tidak tegas
8.  Infantile acne (acne neonatorum)
     Secara klinis, akne neonatorum merupakan erupsi polimorf dengan eritema, pustule, komedo pada pipi13,14,15
J.   Pencegahan
Sifilis kongenital adalah penyakit yang dapat dicegah, yaitu melalui deteksi sifilis selama kehamilan. Tindakan utama pada pencegahan sifilis kongenital adalah identifikasi dan pengobatan wanita hamil yang teriinfeksi sifilis, karena pengobatan sifilis pada kehamilan dengan menggunakan penisilin dapat mencegah infeksi kongenital sampai 98%. Tes serologi (VDRL dan TPHA) harus dilakukan pada perawatan kehamilan (prenatal care), yaitu saat kunjungan pertama, sedangkan pada kelompok risiko tinggi, dilakukan pada pemeriksaan ulang pada usia kehamilan 28 minggu dan saat persalinan. Apabila dijumpai hasil tes seropositif, harus diberikan pengobatan. Namun, kehamilan kadang menimbulkan tes nontreponema positif palsu, dan pada keadaan seperti ini dilakukan anamnesis yang rinci, pemeriksaan fisik cermat dan pengamatan serologik. Bila tidak memungkinkan, diberikan terapi, terutama bila titer pada pemeriksaan VDRL > 1:2 pada pemeriksaan pertama.
Bayi dengan test serologik reaktif perlu dilakukan pemeriksaan nontreponema beberapa kali setelah pengobatan sampai diperoleh hasil nonreaktif. Biasanya dilakukan pada usia 2, 4, 6, 12 dan 15 bulan. Pada bayi dengan sifilis kongenital, tes serologik nontreponema biasanya menjadi nonreaktif dalam waktu 12 bulan setelah terapi adekuat. Adanya tes treponema reaktif setelah anak berusia lebih dari 15 bulan, saat anak sudah tidak memiliki antibody maternal, membantu menegakkan diagnosis sifilis kongenital. Hasil serologik CSS yang reaktif 6 bulan setelah terapi sifilis kongenital, merupakan indikasi pengobatan ulang, demikian pula bila titer menetap.
K.  Prognosis
Prognosis sifilis kongenital bergantung periode munculnya gejala, kerusakan yang terjadi, dan penatalaksanaan. Semakin dini gejala muncul, semakin banyak jaringan yang rusak dan penatalaksanaan yang kurang tepat maka akan semakin buruk prognosisnya. Kelainan yang ditimbulkan stigmata sifilis kongenital akan menetap, misalnya gigi huchinton, keratitis interstitial, ketulian nervus VIII, dan Clutton’s joint. Meskipun telah diobati, tetapi pada 70% kasus ternyata tes reagin tetap positif.



TEORI SOAP
A. Subjektif
Anamnesa meliputi :
1.    Riwayat penyakit umum; apakah penderita pernah menderita penyakit berat, TBC, jantung, ginjal, kelainan darah, diabetus melitus dan kelainan jiwa.  Riwayat operasi non ginekologik seperti strumektomi, mammektomi, appendektomi, dan lain-lain.
2.    Riwayat obstetrik; perlu diketahui riwayat kehamilan sebelumnya, apakah pernah mengalami keguguran, partus secara spontan normal atau partus dengan tindakan, dan bagaimana keadaan anaknya. Adakah infeksi nifas dan riwayat kuretase yang dapat menjadi sumber infeksi panggul dan kemandulan.
3.    Riwayat ginekologik; riwayat penyakit/ kelainan ginekologik dan pengobatannya, khususnya operasi yang pernah dialami.
4.    Riwayat haid; perlu diketahui riwayat menarche, siklus haid teratur atau tidak, banyaknya darah yang keluar, lamanya haid, disertai rasa nyeri atau tidak, dan menopause. Perlu ditanyakan haid terakhir yang masih normal.
5.    Keluhan utama; keluhan yang dialami pasien sekarang.
6.    Riwayat keluarga berencana; riwayat pemakaian alat kontrasepsi apakah pasien menggunakan kontrasepsi alami dengan atau tanpa alat, hormonal, non   hormonal maupun kontrasepsi mantap.
7.    Riwayat penyakit keluarga; perlu ditanyakan apakah keluarga pasien ada yang memiliki penyakit berat atau kronis.
Pemeriksaan umum meliputi :
  1. Kesan umum; apakah tampak sakit, bagaimanakah kesadarannya, apakah tampak pucat, mengeluh kesakitan di daerah abdomen.
  2. Pemeriksaan tanda vital; periksa tekanan darah, nadi, dan suhu.
  3. Pemeriksaan penunjang; pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus.
B. Objektif
Merupakan pemeriksaan ginekologik. Agar diperoleh hasil yang baik maka posisi pasien dan alat-alat yang digunakan juga menentukan.Adapun posisi yang digunakan adalah posisi litotomi, miring dan sims.
Pemeriksaan khusus meliputi :
1.    Pemeriksaan Abdomen, terdiri dari : a) Inspeksi yaitu memperhatikan bentuk, pembesaran (mengarah pada kehamilan, tumor maupun asites), pergerakan pernafasan, kondisi kulit (tebal, mengkilat, keriput, striae, pigmentasi). b) Palpasi – Sebelum pemeriksaan, kandung kencing dan rektum sebaiknya dalam keadaan kosong.Untuk mengetahui besar tumor, tinggi fundus uteri, permukaan tumor, adanya gerakan janin, tanda cairan bebas, apakah pada perabaan terasa sakit. c) Perkusi – Untuk mendengar gas dalam usus, menentukan pembesaran tumor, terdapat cairan bebas dalam kavum abdomen dan perasaan sakit saat diketok. d) Auskultasi – Pemeriksaan bising usus, gerakan janin maupun denyut jantung janin.
2.    Payudara – mempunyai arti penting sehubungan dengan diagnostik kelainan endokrin, kehamilan dan karsinoma mammae.
3.    Alat Genetalia Luar, terdiri dari : a) Inspeksi vulvaPengeluaran cairan atau darah dari liang senggama, ada perlukaan pada vulva, adakah pertumbuhan kondiloma akuminata, kista bartholini, abses bartholini maupun fibroma pada labia, perhatikan bentuk dan warna, adakah kelainan pada rerineum dan anus. b) Palpasi vulva – Teraba tumor, benjolan maupun pembengkakan pada kelenjar bartholini.
4.    Pemeriksaan Inspekulo, terdiri dari : a) Pemeriksaan vagina – Adakah ulkus, pembengkakan atau cairan dalam vagina; adakah benjolan pada vagina. b) Pemeriksaan porsio uteri – Adakah perlukaan, apakah tertutup oleh cairan/ lendir, apakah mudah berdarah dan terdapat kelainan. c) Pengambilan cairan berasal dari ulkus vagina dan porsio uteriPemeriksaan bakteriologis, pemeriksaan jamur dan pemeriksaan sitologi.
5.    Pemeriksaan Dalam – Pemeriksaan dalam untuk menentukan : a) Rahim – Bagaimana posisi rahim, besar, pergerakan, dan konsistensi rahim, apakah ada nyeri saat pemeriksaan. b) Adneksa (daerah kanan kiri rahim) – Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggerakkan jari yang berada didalam fornix lateral dan tangan yang ada diluar bergerak ke samping uterus. c) Forniks posterior (kavum douglas) – Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah terdapat nanah (infeksi) dan apakah forniks menonjol akibat perdarahan kavum abdominalis.
6.    Pemeriksaan Rectal – Pemeriksaan rectal dilakukan pada wanita yang belum coitus, pada kelainan bawaan seperti atresia himenalis atau vaginalis, hymen   rigidus dan vaginismus. Caranya: jari telunjuk dimasukkan ke dalam rectal, tangan luar diletakkan di atas sympisis.
7.    Pemeriksaan Rectovaginal – Pemeriksaan rectovaginal digunakan pada proses-proses dibelakang dan kiri kanan dari uterus (parametrium) seperti infiltrat dan tumor. Caranya: jari telunjuk dimasukkan ke dalam vagina sedangkan jari tengah ke dalam rectum.
8.    Pemeriksaan Penunjang – Seperti sonografi transveginal, histeroskopi maupun tindakan operatif lain.








ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN
SÍFILIS KONGENITAL

A.  Data Subjektif
Seorang ibu hamil dengan umur kehamilan 28 minggu hamil anak pertama, mengeluh flu, seperti demam dan pegal-pegal, serta kemerahan pada kaki dan tangan .Ibu mengatakan suaminya menderita sífilis serta belum teratasi .Ibu merasa cemas jika ibu dan bayi yang dikandungnya tertular sífilis. Ibu bekerja sebagai ibu rumah tangga dan tidak mengetahui aktivitas suaminya diluar rumah. Ibu khawatir suaminya sering ‘jajan‘ mungkin tidak menyadari kalau dirinya sudah mengidap penyakit sifilis.
B.  Data Objektif
Pemeriksaan fisik
1)  Keadaan umum                  : baik               kesadaran        : CM
2)  Status emosional                : stabil
3)  Tanda vital                         :
     Tekanan Darah                   : 120/90 mmHg
     Suhu                                   : 37,5 ˚C
     Nadi                                   : 88 x/menit
     Pernafasan                          : 22x/menit
4)  BB/TB                               : 55kg/ 150cm
5)  Status Gizi                         :
     IMT                                    : 55/(1,5)2 = 24,4
     LILA                                  : 24 cm
6)  Genetalia                            :  luka kemerahan dan basah didaerah vagina
7)  Ekstrimitas                         : ruam ditelapak kaki dan tangan      
8) pemeriksaan lab                  :  leukosit meningkat
C.  Assesment
1)  Diagnosa Kebidanan
Ny ‘S’ umur 25 tahun G1P0Ab0Ah0 UK : 28 minggu dengan sífilis kongenital
2)  Masalah
Ibu mengatakan cemas bila ibu dan bayi yang dikandungnya tertular sífilis kongenital.
3)  Kebutuhan
KIE tentang penyakit sifilis  kongenital dalam kehamilan.
KIE cara penularan sifilis dari ibu ke bayi yang dikandungnya.
4)  Diagnosa potensial
Ibu hamil dengan asma berpotensi terjadi kerusakan kulit, hati, limpa, dan keterbelakangan mental pada bayi.
5)  Masalah potensial
Tidak ada
            Kebutuhan Tindakan Segera Berdasarkan Kondisi Klien
1)  Mandiri
Tidak dilakukan
2)  Kolaborasi
Pemeriksaan laboratorium di Laboratorium untuk pemeriksaan kimia darah, ureum, kreatinin, GDS
3)  Merujuk




D.  Planning
1)  Menjelaskan kepada ibu bahwa keluhan yang dirasakannya yaitu :flu, demam, pegal-pegal, serta kemerahan pada kaki dan tangan merupakan tanda- tanda sifilis
Ev : Ibu memahami bahwa keluhan yang dialaminya adalah gejala- gejala sifilis.
2) Menganjurkan dan menjelaskan pada ibu tentang teknik relaksasi, pengurangan rasa nyeri dan menciptakan lingkungan yang nyaman dengan mengganti alat tenun yang kotor.
Ev : Ibu memahami tentang teknik relaksasi, pengurangan rasa nyeri dan menciptakan lingkungan yang nyaman.
3) Menganjurkan ibu untuk banyak minum, memakai pakaian yang tipis dan longgar ,dan melakukan kompres apabila demam dengan menggunakan air hangat di dahi dan lengan.
Ev : Ibu mengerti dan bersedia untuk melaksanakan anjuran bidan.
4) Menganjurkan ibu untuk melibatkan keluarga dalam perawatan agar ibu mendapatkan support dan dukungan dari keluarga sehingga mempercepat proses penyembuhan.
Ev : Ibu mengerti dan keluarga bersedia untuk terlibat dalam proses pengobatan dan perawatan ibu.
5) Menganjurkan ibu dan suami untuk tidak berganti- ganti pasangan karena hal ini dapat menyebabkan penyakit menular seksual dan dapat menyebabkan penyebaran dari penyakit menular seksual menjadi lebih luas.
Ev : Ibu mengerti penjelasan bidan dan bersedia untuk tidak berganti- ganti pasangan begitu juga dengan suami.
6) Menjelaskan pada ibu tentang teknik pengurangan rasa nyeri yaitu dengan pengompresan dengan air hangst pada daerah yang nyeri, dan meminimalisir terjadinya sentuhan atu gesekan pada daerah yang yang nyeri.
Ev : Ibu mengerti penjelasan bidan dan bersedia melaksanakan
7) Menjelaskan pada ibu bahwa sifilis bisa menimbulkan komplikasi pada ibu dan bayi sehingga ibu harus menjaga kondisinya agar tidak terjadi komplikasi.
Ev : Ibu memahami penjelasan bidan dan akan selalu menjaga kondisinya.
8) Menganjurkan ibu untuk pemeriksaan laboratorium di laboratorium untuk pemeriksaan kimia darah, ureum, kreatinin, GDS.
Ev : Ibu bersedia melakukan pemeriksaan laboratorium di Laboratorium.




BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Sifilis kongenital adalah penyakit yang didapatkan janin dalam uterus dari ibunya yang menderita sifilis.3 Infeksi sifilis terhadap janin dapat terjadi pada setiap stadium sifilis dan setiap masa kehamilan. Dahulu dianggap infeksi tidak dapat terjadi sebelum janin berusia 18 minggu, karena lapisan Langhans yang merupakan pertahanan janin terhadap infeksi masih belum atrofi.
Sifilis terdistribusi di seluruh dunia, dan merupakan masalah yang utama pada Negara berkembang. Dilihat dari usia, kasus sifilis banyak ditemukan pada orang dengan rentang usia 20-30 tahun
Penularan sifilis dapat melalui cara sebagai berikut : Kontak langsung, sexually tranmited diseases (STD), non-sexually, Transplasental, dari ibu yang menderita sifilis ke janin yang dikandungnya, Transfusi : Syphilis d’ emblee, tanpa primer lesi



DAFTAR PUSTAKA

Department of Health and Human Services of USA. Congenital Shypilis – United State 2002. Disitasi dari :http://www.cdc.gov/mmwr/preview/ mmwrhtml/mm5331a4.htm pada tanggal :18 Februari 2009. Last Update : July 2008. Diakses 5 Mei 2013Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.
Murtiastuti D. Sifilis. Dalam : Barakbah J, Lumintang H,Martodhiharjo S, editor. 2008. Buku Ajar Infeksi Menular Seksual. Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press.
Webmaster. Trepronema Pallidum. Disitasi dari :http://www.medgadget. com/_archives/img/treponema.htm pada tanggal : 18 Februari 2009. Last Update : Januari 2009. Diakses 5 Mei 2013.
Webmaster. Shypilis. Disitasi dari : http://www.uveitis.org/images/syphil1.htm pada tanggal : 18 Februari 2009. Last Update : Januari 2009. Diakses 5 Mei 2013.
.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar